Sunday 23 July 2017

Chapter 4 - Tuan Muda -- PRODIGAL SON

Chapter 4 --Tuan muda kembali

Hari kedua, aku memenuhi permintaan Tuan muda untuk membuat kerajinan tangan dari bunga dan menyisihkannya. Tuan muda membagi hiasan rambut itu ke dalam dua kelompok dan memintaku untuk membantunya naik kursi roda kayu. Aku sebenarnya berpikir, setelah kejadian kemarin, Tuan muda tak akan mau lagi pergi keluar. Dia memintaku untuk membawanya ke Pavilion Sky Cuckoo, sebuah toko yang menjual aksesoris dan make-up. Ketika kami tiba dipintu masuk, Tuan muda memintaku untuk memanggil penjaga toko. Ketika penjaga toko keluar dan melihat Tuan muda diatas kursi roda, ekspresinya kurang baik namun dia masih memberikan salam. Tuan muda memintaku untuk duduk disuatu tempat, dan mulai berunding dengan penjaga toko. Setelah satu jam, aku melihat penjaga toko menyuruh salah satu asistennya membawa masuk kerajinan tangan yang kubuat ke dalam toko dan dia masuk kedalam toko.

Pada saat ini, Tuan muda memanggilku. “Mari pulang.” Aku tak berani bertanya jadi aku mendorong kursi kembali kerumah. Ketika kami sampai dirumah, Tuan muda melemparkanku sebuah bungkusan. Ketika aku menagkapnya, didalamnya terdapat beberapa keping koin perak. Aku melihat dengan terkejut ke arah Tuan muda. Tuan muda berkata,”Kau yang menghasilkannya.” Ini ini .... ini... Tuan muda memerintahkan, “Ke depannya, satu pengiriman setiap tiga hari sekali sampai musim berlalu. Pilih bunga mekar berwarna putih dan bunga yang sesuai, jangan pakai bunga willow.” Dengan cepat aku mengangguk, ”Ya, ya.” Tuan benar benar Tuan.

Menghasilkan lebih banyak, kerja lebih sedikit, maka ada lebih banyak waktu luang. Sekarang, Tuan muda selain makan, buang air besar dan buang air kecil, dia akan melatih tubuhnya. Aku takut kepalanya terluka sehingga aku membuat lebih banyak karpet rumput untuk menutupi lantai. Setelah cederanya sembuh, Tuan muda memakai celana. Untuk kenyamanan, aku memoton bagian kakinya. Menjahitnya dan kelihatan cukup bagus dipakai oleh Tuan muda. Tubuh Tuan muda berbeda sekali dengan dahulu, sekarang duduk saja cukup sulit. Setiap hari, aku akan membantu menahan punggungnya dan dia akan berlatih untuk duduk. Suatu siang dia bisa duduk. Pada awalnya, dia akan condong ke kanan dan jatuh, namun setelah banyak berlatih, Tuan muda bisa duduk dengan stabil.
Sekarang, Tuan muda tidak saja bisa duduk, dia bisa menggunakan kedua tangannya untuk menahan tubuhnya dan bergerak maju. Aku bertanya kepada Tuan muda apakah dia mau pengrajin untuk membuatkannya kursi roda. Tuan muda berpikir sebentar dan menggeleng kepalanya. Dia berkata, “Benda itu tidak nyaman.” Tuan muda mengerahkan tenaga ke kaki kirinya yang tinggal setengah dan melirikkku. Aku terkejut menyadari bahwa ada keraguan dimata Tuan muda. Setelah menunggu lama, dia menoleh dan berkata kepadaku, “Kau mendekatlah.”

Aku sudah berdiri didepanmu, bagaimana mendekat? Namun perintah Tuan muda harus dipatuhi jadi aku maju setengah langkah. Tuan muda berkata,”Coba sentuh.” “?” Tuan muda tidak sabar, “Sentuh kakiku!” Aku tak tau apa yang dia mau namun aku memanjangkan tanganku. Dia mengangkat tangannya menjauh dan dengan hati-hati aku menyentuhnya. Ini bukan kali pertama aku menyentuh kakinya. Aku sudah menyentuhnya ketika dulu mengoleskan obat dan dia telanjang saat itu. Namun sekarang setengah kaki ini memakai pakaian, aku merasa gugup ketimbang saat dia telanjang. Tuan muda kelihatannya terpengaruh dengan sikapku dan wajahnya berubah sedikit merah—aku pikir dia pasti telah marah padaku. Dengan patuh, aku menyentuhnya.

Kaki Tuan muda masih cukup kuat. Aku tidak bisa memegangnya dengan satu tangan. Dibawah tanganku ada pakaian, didalam pakaian ada benjolan dan lubang. Aku tidak tau apakah tanganku atau kaki Tuan muda yang bergetar. “Sudah menyentuh dengan benar?” Aku mengangguk seperti orang bodoh. Tuan muda berkata, “pergilah ketukang kayu dan buatkan aku tabung bambu dengan ketebalan yang sama.”

“Ketebalan ini...”

Wajah Tuan muda menjadi merah, “Sebesar kakiku!”

“Ah ah, ya.”

Aku tertangkap basah dan bertanya lagi, “Berapa panjang?”

Ekspresi Tuan muda tidak bagus, dia melambai acuh, “Kalau panjang, akan sulit untuk berjalan. Sepanjang dua telapak tangan sudah cukup. Juga buatkan tongkat berjalan.”
Aku bertanya, “Juga pendek?”

“Tentunya!”

Dan, aku pergi. Setelah tukang kayu mendengar permintaanku, dia bilang aku bisa menunggu. Aku pikir aku akan kembali dan mengambilnya dalam beberapa hari lagi. Tukang kayu melihatku dengan tidak suka, “Pekerjaan begitu gampang bisa dikerjakan dalam dua langkah.” Akhirnya, setelah aku melihat hasilnya, hatiku berpikir – benar memang cuma dua langkah. Namun, selagi aku berjalan dan melihat hasil ditanganku, dan juga mencoba berjalan dengan tongkat penopang yang aku bawa, tingginya cuma sepinggang. Aku melihat lagi ketabung bambu dan hatiku menjadi sedikit masam. Tuan muda kami sekarang hanya setinggi ini.

Setelah aku membawanya pulang, Tuan muda melihatnya cukup lama. Air mukanya tenang. Aku duduk disatu sisi dan tidak berani bernafas kuat. Tuan muda berkata,”Itu cepat.” Aku dengan segera menjawab, “Tukang kayunya sangat mahir!” Tuan muda memandangku tanpa kata dan aku menundukkan kepalaku dan dengan patuh menutup mulutku.

Aku pikir hati Tuan muda sedang kesal. Gerakannya saat memakai tabung bambu sangat kasar. Jangan tanya bagaimana aku bisa melihatnya, ini cuma perasaanku saja. Aku berjalan menghampiri dan membantunya. Tangannya bergetar, kepalanya tertunduk, aku tak bisa melihat wajahnya. Aku berkata, "Tuan muda, lakukan dengan hati-hati." Tangan Tuan muda berhenti bergerak dan sisanya aku yang melakukan.

Tuan muda pindah keatas lantai, tongkat berada dikedua ketiaknya, panjangnya terlihat bagus.cukup bagus, setinggi bahuku. Dengan dua lengannya menopang, tubuhnya bergerak. Dan kemudian, "pa cha" dia jatuh kelantai. Aku dengan cepat memapahnya namun Tuan muda memintaku minggir. Jadi, aku memerhatikannya bangkit sendiri dari lantai, dan kemudian dia mencoba lagi. Aku tidak tau kalau Tuan muda sudah bisa bangkit semudah itu.

Setelahnya, Tuan muda akan selalu berlatih berjalan dengan tongkat setiap hari. Awalnya, dia jatuh sampai tubuhnya dipenuhi memar berwarna hijau dan ungu. Kemudian, perlahan-lahan, dia bisa berjalan dengan lebih teratur hingga dia hanya menggunakan satu tongkat saja. Tentu saja, berlatih tanpa henti akan membuat kaki kanannya tergesek sampai penuh dengan darah. Setiap kali obat dioleskan, Tuan muda akan sangat kesakitan sampai giginya bergemeretakan dan mulutnya terbuka. Ada kala aku sudah tidak tahan lagi dan meminta Tuan muda untuk mengurangi sesi latihannya, melakukannya bertahap. Tuan muda menggeleng dan berkata, "Setiap tahun dibulan ini, pedagang teh dari ibukota akan datang ke HangZhou. Perdagangan teh sangat pesat dan ada banyak kesempatan untuk melakukan perjalanan bisnis. Aku mesti bisa berjalan ketika waktu itu tiba." Aku tak berani bicara, Tuan Muda, apakah kau masih bisa melakukan perjalanan  dengan keadaan seperti ini? Namun pada akhirnya Tuan muda memang bisa melakukan perjalanan itu.

Ketika pedagang teh datang ke HangZhou dari ibukota, mereka seringkali duduk di kedai teh dipinggir danau barat untuk bicara bisnis. Ada masa ketika Tuan muda datang kesana setiap hari. Dia akan memesan seteko teh Long Jin yang paling murah,dia mimum sampai teh itu menjadi air putih dan masih juga belum pergi. Secara perlahan, orang-orang dikedai teh tau bahwa ia adalah Tuan muda dari Graha Yang, melihat keadaannya sekarang, mereka akan bicara buruk dibelakangnya. Dengan sengaja maupun tidak sengaja, pembicaraan mereka akan sampai ke telinganya namun Tuan muda menganggap telinganya tuli. Dengan kakinya, tongkatnya, dia akan menyenandungkan irama dan menikmati pemandangan. Hari itu, dia masuk ke kedai teh dan matanya langsung tertuju ke meja terjauh dimana tiga orang sedang duduk.  Mereka sedang bermain catur. Dia menopang tubuhnya ke tongkat dan berjalan mendekat. Ketika dia sampai ke meja itu, dua orang melihatnya namun yang paling tua terus memandangi papan catur tanpa bergerak.

Tuan Muda tidak lebih tinggi dari meja. Tangan kirinya bertopang pada sebuah kursi, dahi kedua orang itu mengerut dan mereka ingin mengusir Tuan muda. Tuan muda bicara, "Kalau kau tidak menangkap kudanya, dalam tiga langkah, pion akan memaksa raja untuk turun tahta." Pria tua itu akhirnya menganggukkan kepalanya dan melihat Tuan muda.

"Anak muda, pria sejati mengamati papan catur tanpa bicara."

Tuan muda tertawa dan menepuk pria muda yang sedang bermain catur dengan pria tua itu, dan berkata, "Yang muda tidak berani menang. Aku memberikanmu pencerahan agar kau bisa menyelamatkan dia dari kebakaran." Pria muda itu tersipu dan terbata, "Apa... apanya yang tidak berani menang. Bos Lin, jangan dengarkan dia...."

Pria tua itu tertawa lebar dan mengamati Tuan muda, "Apakah kau anak Yang Yao Shan?"

Tuan muda menganggukkan kepalanya. Pria tua itu melihat kaki Tuan muda dan tidak mengatakan apa-apa.
Akhirnya, Tuan muda berbincang dengan pria tua itu sepanjang siang. Tentang apa yang sebenarnya mereka bicarakan aku tidak tau, yang aku tau semua orang melihat ke arah mereka. Pada akhirnya ketika mereka pergi, Tuan muda yang membayari tagihan. Meskipun cuma dua cangkir teh, harganya menghabiskan tabungan kami selama dua bulan.

Aku merasa sedih namun Tuan muda yang memerintahkan, aku tidak berani bilang apa-apa. Ketika kami pergi, Tuan muda keluar duluan dan aku mendengar pria muda itu berbicara kepada Pria tua, "Bos Lin, apakah itu anak paman Yang?"
Mendengar mereka sedang membicarakan Tuan muda, aku memperlambat langkahku dan berjalan ke tepi untuk menguping. Suara pria itu mengeluarkan gumaman. Alis pria muda bertaut, "Aku pernah dengar soal dia di ibukota. Aku dengar dia benar-benar celana sutra, sembrono, mesum, tidak kompeten, sombong, mengapa kau menyerahkan HangZhou, rute yang sangat penting?"

Pria tua tertawa nyaring dan berkata, "Kau pikir dia tidak mampu?"

Pria muda terdiam dan bicara dengan suara pelan, "Meskipun dia sedikit cerdas, sifatnya sangat buruk."

Pria tua menjawab, "Min Lang, apa menurutmu benda yang paling berharga didunia ini?"

Dalam hati aku menjawab, segunung emas dan perak!

Pria muda itu berpikiran sama denganku, "berharga -- tentunya emas."

Pria tua itu menggelengkan kepalanya.

Pria muda itu bicara lagi, "Lalu apa?"

Pria tua itu mengangkat cangkir teh, tidak jelas apa yang dia pikirkan suaranya yang pelan perlahan terdengar hangat dan berubah menjadi senyumanm "Hal yang paling berharga dimuka bumi ini adalah kembalinya seorang putra yang berbakti."

Hari itu, setelah pulang ke rumah, aku menyiapkan makanan Tuan muda dan pergi ke dapur untuk makan pasta tepung. Aku tak tau angin apa yang meniup Tuan muda, dia datang ke dapur. Ketika dia melihat apa yang sedang aku makan, dia sejenak terpaku.
Kemudian dia bertanya, "Ini apa?"

Aku menjawab, "Makanan."

Wajah Tuan muda jadi hitam sehitam pantat wajan. Dia merenggut mangkuk dari tanganku dan memecahkan mangkuk beserta isinya. Aku sangat ketakutan dan terlonjak. Setelah memecahkan mangkuk itu, Tuan muda keluar. Dalam waktu sesaat, dia datang kembali dengan sebuah kotak makanan dan meletakkannya didepanku. Dia berkata, "Makan" dan kembali ke kamarnya untuk istirahat. Aku membuka kotak makanan dan melihat ada tiga bagian yang terpisah. Ada nasi, lauk dan bahkan makanan penutup. Aku menelan ludah dan dengan hati-hati mengambil piring. Selanjutnya, aku menyimpan sisanya diatas tungku. Pada malam hari aku berpikir, bahwa aku pasti telah membuat Tuan muda kehilangan muka lagi.

Hari berikutnya, ketika aku membuka mataku aku melihat Tuan muda dengan tongkatnya berdiri di depan tempat tidurku. Meski tidak tinggi, aku masih menjerit.

Ekspresi Tuan muda sungguh buruk. Dia mengambil sesuatu dari lantai dan bertanya padaku, "Apa ini?" Aku menyadari belakangan ini Tuan muda suka bertanya seperti ini. Aku melihat bahwa itu kotak nasi yang Tuan muda berikan padaku kemarin malam. Selagi aku mau menjawab, Tuan muda mengangkat kotak itu dan menumpahkan isinya ke lantai. Semua isinya berhamburan. Dalam hati aku berpikir kalaulah aku tau bakal seperti ini aku akan memakan semuanya kemarin malam dan tak akan menyimpannya. Aku juga sadar Tuan muda suka memecahkan sesuatu belakangan ini. Tuan muda terlihat sangat marah, semua bagian tubuhnya bergetar. Dia menudingku, dengan gigi gemeretak, dia berkata, "Mengapa kau menyisakannya. Apa kau kira bahwa Tuanmu ini harus menabung lama untuk membelikanmu kotak makanan?" Aku tanpa sadar mengangguk. Namun saat aku melihat ekspresi Tuan muda, aku dengan cepat menggantinya dengan gelengan.
Namun, Tuan muda memang pintar, dia sepertinya sudah mengerti semuanya, dan dia sangat marah sampai kepalan tangannya yang memegang tongkat memutih.

Dia bicara lambat-lambat dan memberikan tekanan disetiap kata-katanya, " Aku, Yang Yi Qi, tak peduli bagaimana pun tak bergunanya aku, tak mungkin aku tak bisa menafkahimu" *

Setelah berbicara, dia berjalan keluar.

Aku memandang makanan yang berserakan di lantai. Sejujurnya, aku sangat rugi.

* kalimat ini juga biasanya punya konotasi romantis, dikatakan suami kepada istrinya


Dwaaaawwwww.... aih, sedih tapi romantis sekali, I am grinning here 

No comments:

Post a Comment

Death Exist Not at the River of Oblivion - Chapter 10

Chapter 10: Sulit sekali mencintaimu di kehidupan kali ini Aku tak melihat sosok Zhonghua lagi sejak hari itu. Kelihatannya dia benar-be...