Namun aku
menjawabnya, “Tuan muda, aku tidak bisa tinggal.”
Tangan Tuan muda
selalu menutupi mataku. Setelah emndengar perkataanku, dia tidak membuka
mulutnya, dia tidak emnurunkan tangannya.
Aku berkata,
“Tuan muda, kau harus memberi tahu kepala pelayan semua yang harus dilakukan.
Jika tidak, aku takut dia tidak akan bisa melayanimu dengan benar.”
Tuan mdua tidak
bergerak. Jadi, aku memutuskan untuk melakukannya sendiri, memanggil kepala
pelayan. Tangan kepala pelayan menggantung disisi tubuhnya selagi dia berdiri
disalah satu sudut. Aku memberitahunya, “Kepala pelayan, kau harus menginta apa
yang akan aku katakan.”
Kepala pelayan
menganggukkan kepalanya, “Apa yang Nona ingin sampaikan?”
Aku berkata,
“Kaki Tuan muda memang sudah sembuh, namun kakinya akan terasa sakit sakit pada
hari yang dingin dan hujan. Kau harus menyiapkan handuk hangat untuk mengompres
kakinya. Ada toko obat bernama Return to
spring hall didekat rumah kita yang dulu, meskipun toko itu kecil, namun
dokter disana sangat ahli. Selama beberapa tahun ini mereka sudah menangani
masalah kaki Tuan muda, jika ada masalah, maka kau harus pergi kesana.”
“Tabung bambu
untuk kaki harus diganti setiap 3 bulan. Tukang kayu dikota tau persis
ukurannya. Kau tidak boleh menggunakan sutra lembut untuk menutupi kaki karena
sutra tidak akan bertahan, kau harus menggunakan kain tebal. Untuk pakaian Tuan
muda, bagian kiri jubah memerlukan lapisan tambahan, aku sudah meninggalkan
ukuran celana kepada Nyonya besar Yang.”
“........”
“Tuan muda bukan
pemilih makan namun dia suka makanan dengan rasa kuat. Untuk alasan kesehatan,
dia tidak boleh makan makanan pedas. Kau harus memberitahu bagian dapur untuk
mengurangi penggunaan cabe saat memasak.”
“Kau harus lebih
hati-hati saat malam – ketika Tuan muda susah tidur, dia suka minum alkohol
dihalaman. Namun, kau tidak boleh mebiarkannya minum terlalu banyak. Jangan
ganggu dia, diam-diam sembunyilah dibalik rumah untuk mengawasinya, jangan
biarkan dia terlalu sedih... kepala pelayan?” Aku hanya bicara beberapa kata
dan melihat linangan air mata di wajah kepala pelayan dan dia berlutut.
“Nona—“ Aku tidak
tau apa yang terjadi kepada kepala pelayan. Sebelumnya ketika Tuan besar Yang
masih ada, aku tidak tau kalau dia suka sekali menangis. Aku memalingkan
wajahku dan sedang berpikir bagaimana caranya agar Tuan muda menyampaikan
bebrapa kata untuk menghibur kepala pelayan namun Tuan muda masih dalam posisi
sama dan tdak bergerak.
Aku tiba-tiba
merasa kembali kemasa bebrapa tahun yang lalu ketika Tuan muda kembali ke rumah
setalh cedera, bayangan dirinya waktu itu yang tidak bisa hidup namun tidak
bisa mati. Aku menggoyangkan tubuh Tuan muda dan bertanya, “Tuan muda, apa yang
terjadi kepadamu?”
Tuan muda tidak
bergerak, telapak tangannya masih menutupi matanya, hanya menampakkan sepasang
bibir yang terkatup rapat. Kepala pelayan menambahkan dari sedelah sisi, “Sejak
Nona pergi, Tuan belum makan selama tiga ahri.” Mataku membelalak dan aku
bertanya kepada Tuan muda, “Tuan muda, mau makan apa?”
Kepala pelayan
melakukan kowtow kepadaku dan lalu bangkit, “Nona, aku sudah tua dan tidak bisa
mengingat semua ini. Kau harus mengingatnya sendiri.” Setelah dia selsai
bicara, dia berjalan pergi.
Aku terkejut dan
tertegun. Kau tidak bisa menjadi kepala pelayan dengan sikap begini?
“Monyet kecil...”
Tuan muda membuka mulutnya, aku segera menoleh dan memberikannya perhatian. Aku
bertanya, “Tuan muda, apa yang ingin kau makan? Aku akan memberitahu dapur
untuk membuatnya.”
Tuan muda nampak
berpikir sejenak dan berkata, “Mie.”
“Bisa! Tunggu
sebentar.” Aku berlalu menuju dapur untuk mengambil semangkuk mie. Dalam
perjalanan menuju dapur, ketika semua orang melihatku, pandangan mereka
terlihat tulus. Aku terpengaruh oleh ledakan kehangatan ini dan dalam hatiku
berpikir aku harus membuat Tuan muda menelan makanannya. Aku kembali terkenang
tentang bagaimana Tuan muda tidak mau makan dulu, aku bahkan harus melakukan
kekerasan.
Ah, tapi aku
tidak menggunakan metode yang sama kali ini karena dengan kekuatan Tuan muda
sekarang dia dapat dengan mudah mematahkan tubuhku. Begitupun, sampai saat ini,
Tuan muda sangat mau bekerjasama, ketika aku menyodorkannya semangkuk mie, dia
dengan cepat memakannya. Melihatnya masih punya kekuatan untuk makan, hatiku
tenang. Tuan mudah berhenti setelah beberapa suap, dia melihat kedalam mangkuk
dan bicara, “Apakah kau ingat saat kita makan mie bersama?”
Aku bilang aku
ingat. Ketika dia pulang malam, kami sering duduk di dapur makan mie bersama.
Meskipun masih sama sama mie, sekarang mangkuknya terbuat dari keramik mahal.
Tuan muda
berkata, “Hari-hari ketika kau pergi, aku terus terpikir semangkuk mie ini.”
Aku berkata,
“Jika Tuan muda suka makan mie, kau bisa meminta kepada kepala pelayan.”
Mengapa kau mebuat dirimu lapar?
Tuan muda tertawa
getir untuk sesaat dan menjawab, “Terkadang, aku benar-benar tidak tau kau ini
bodoh atau pura-pura bodoh?”
Aku tidak bicara.
Tuan muda bersandar ke tepi tempat tidur dan berkata, “Tahun lalu, aku sedang
dalam perjalanan ke Jiang Su ketika aku dihadang oleh hujan badai. Kelompok
pedagang terperangkap di gunung dan tidak bisa pergi.” Aku tidak tau mengapa
Tuan muda tiba-tiba bicara tentang ini kepadaku namun dengan patuh aku
menyimak.
Tuan muda memukul
kakinya dan menatapku, dia berkata, “Pada saat itu, tabung bambuku hilang dan
aku harus berjalan dengan kakiku. Pada malam hari, ketika kami berlindung di
dalam gua, udaranya sangat dingin dan bisa saja membunuh kami. Orang-orang
cemas kalau kami akan mati jadi kami berbincang satu sama lain untuk
meningkatkan semangat kami. Pada saat itu, orang disebelahku bertanya kepadaku,
‘Kau sudah seperti ini, mengapa kau tetap pergi?’ Aku bilang padanya bahwa aku
pergi untuk mencari uang. Orang itu tertawa dan berkata, ‘Itu benaar. Jika
bukan karena uang, siapa yang mau menderita bersusah-payah melakukan perjalanan
yang sangat jauh.’ Dan kemudia aku bilang padanya bahwa aku pergi mencari uang,
namun bukan hanya untuk uang. Dia bertanya padaku apa yang aku maksud...”
Selagi Tuan muda
mengenang kejadian itu, dia dengan lembut membelai kakinya dan suaranya sangat tenang.
“Aku bilang kepadanya, setelah aku kehilangan kakiku, aku merenungkan hidupku
dan merasa sudah tidak punya arti lagi dan berniat untuk tidak hidup lagi.
Namun suatu hari, aku tersadar bahwa masih ada satu orang di dunia ini yang mau
mengorbankan hidupnya untuk lelaki seperti aku. Namun orang itu sungguh bodoh
setengah mati, jadi aku berpikir lagi, kalau aku mati begitu saja, apa yang
akan terjadi kepadanya?”
“Diperlakukan
baik seperti barang berharga oleh pria tak berguna, tetap saja tak berguna. Jadi
aku menguatkan diriku, aku harus bangkit, menjadi pria di atas pria lain.
Meskipun aku cuma setengah pria sekarang, aku harus membuatnya bangga.”
“Aku rela
menanggung semua kesulitan, aku tidur dibawah bintang-bintang dan bulan, makan
di alam liar, minum ditengah angin dingin dan menelan pasir, namun selama aku
berpikir bahwa dia menikmati hidup di HangZhou, hatiku merasa nyaman dan aku
melanjutkan perjalananku.”
Aku tidak tau
sejak kapan namun mata Tuan muda sudah memerah, sangat merah sampai aku tak mampu
melihat lagi. “Monyet kecil ....” Dia meraih tanganku, membungkukkan
pinggangnya dan bertanya disisi wajahku yang menunduk, “Kau tau apa yang paling
aku sesalkan dalam hidup ini?”
Aku memaksa
kepalaku menggeleng, aku tidak tau, aku tidak tau apa-apa. Tuan muda menjawab
dengan suara yang bergetar, “Bahwa aku tidak mengingatmu.”
Tuan muda menarik
tanganku dan meletakkannya di dadanya. Air matanya yang hangat jatuh ke
pergelangan tanganku dan aku merasa dadaku ditekan sangat kuat sampai rasanya
mau mati. “Tuan paling menyesal bahwa Tuan tidak mengingatmu.”
Dia menarik
tanganku untuk memukul dadanya lagi dan lagi. “Kau tinggal di pavilionku selama
dua tahu, dan aku bahkan tidak bisa mengingatmu. Aku bahkan masih mengingat
berapa banyak bukit tiruan dan jumlah kolan dikediamanku, namun aku tidak bisa
mengingatmu. Satu-satunya orang dalam hikupku yang tidak mengabaikanku, dan
begitu pun aku tidak bisa mengingatmu. Beritahu aku, apakah kau bohong padaku,
apakah kau memang tinggal dipavilion-ku?”
Aku merasa sangat
disalahkan sampai kepingin mati saja. Aku menangis, “Aku tidak bohong. Aku
tinggal! Aku tinggal!” Tuan muda memelukku dalam satu gerakan dan berkata
dengan suara pelan, “Kau tidak bohong padaku, aku tau kau tidak bohong.
Sekarang, hukumanku telah tiba. Sebelumnya ketika aku memilikimu, aku tak
melihatmu. Sekarang aku ingin melihatmu, kau ingin pergi. Monyet kecil, kau mau
Tuanmu untuk tetap hidup?”
Aku terus
meratap. Wangi Tuan muda sungguh enak – bersih dan hangat. Aku menangis
berjam-jam dan jatuh tertidur dalam pelukan Tuan muda. Ketika aku terjaga, aku
sadar Tuan muda juga tertidur. Tubuhnya bersandar dan lengannya memelukku.
Ketika aku
begerak sedikit saja, genggaman Tuan muda semakin kuat dan matanya terbuka. Aku
hanya monyet kecil yang tidak berpengalaman, ini kali pertama aku terbangun
dalam pelukan pria. Aku terus mencoba dan mempertahankan harga diriku. Lengan
Tuan muda seperti besi dan aku tidak bisa membebaskan diri. Aku meminta Tuan
muda untuk melepaskanku.
Tuan muda
menatapku, wajahnya tanpa ekspresi dan dia bertanya, “Jika aku lepas apakah kau
akan pergi, apakah Tuan harus merangkak untuk mengejarmu?”
Aku berhenti bergerak. Lagipula, pelukan Tuan
muda sangat lebar dan hangat.
Setelah berbaring
sesaat, aku bicara dengan suara kecil, “Aku tidak mau menjadi selir pelayan.”
Tuan muda tertawa
lembut diatas kepalaku, “kenapa?”
Aku bilang,
“Seorang selir pelayan akan ditendang ....” Itu yang aku lihat kali terakhir.
Tuan muda
nampaknya tidak mengerti makna kata-kata yang baru aku katakan, dia berpikir
sejenak dan bertanya, “Apakah kau berkata aku akan memukulmu?”
Setelah dia
bicara dia dengan cepat menambahkan, “Sebelumnya, aku tidak pernah memukul
selir pelayan.”
Aku mengangguk,
“ya, Tuan muda hanya memukulku.”
Lengan Tuan muda
menjadi kaku, “apa?”
Aku mengangkat
kepalaku dan memandangnya dan memberitahu bahwa dulunya ia sering melampiaskan
amarahnya kepada si monyet, aku. Wajah Tuan muda sepenuhnya gelap dan dia menggeretakkan
giginya dan berkata, “Tak mungkin! Tak mungkin aku memukulmu!”
Aku merasa Tuan
muda tidak memercayaiku jadi aku dengan hati-hati menceritakan ulang setiap
kisah. Bagaimana dia menndang, mendorong, bahkan menampar. Wajah Tuan muda
makin bertambah gelap selagi dia mendengar, seluruh tubuhnya gemetar saat ia
duduk dan pandangannya menyiratkan rasa takut. “Jadi.... jadi kau sebenarnya
membenciku kan? Karena aku memukulmu dulu, kau membenciku kan ...” ini kali
pertama aku melihat Tuan muda begitu ketakutan, dia membuang muka dan aku pikir
dia akan mengambil tongkat, namun dia malah langsung jatuh ke depan.
Aku segera
berseru, “Tuan muda” namun dia sudah jatuh ke lantai. Aku segera turun ke bawah
tempat tidur dan melihat kakinya sakit karena terjatuh. Aku ingin keluar untuk
mengambil obat namun tangan Tuan muda menarikku, “Jangan pergi, Monyet kecil,
jangan pergi.”
Tuan muda
membungkuk dilantai, tidak peduli bagaimana penampilannya selagi dia
menggenggam tanganku sangat erat. “kau bisa membalas pukulanku, pukul aku,
pukul aku.”
Aku akhirnya
memahami apa yang dia lakukan. Aku membungkuk dan menopang nahu Tuan muda dan
membawanya kembali ke tempat tidur. Aku membritahunya, “Tuan muda, masalah yang
dulu sudah berlalu, kau harus melupakannya.”
Tuan muda
menundukkan kepalanya, ekspresinya penuh kepedihan. Otak monyetku yang sedikit
gila tiba-tiba mendapat inspirasi, aku merasa ini adalah kesempatan yang bagus
dan dengan cepat menambahkan, “Aku tak mau jadi pelayan yang digunakan hanya
untuk keperluan tempat tidur.”
Kepala Tuan muda
masih menunduk dan dia menjawab dengan suara lemah, “Kalau begitu bagaimana
dengan Nyonya yang digunakan untuk keperluan tempat tidur?”
Aku tertegun, apa
itu Nyonya untuk keperluan tempat tidur? Dengan hati-hati aku bertanya, “Tuan
muda, Nyonya untuk keperluan tempat tidur.... berapa banyak mereka?”
Tuan muda dengan
terpaksa mengangkat kepalanya dan membelalak galak, “Berapa banyak Nyonya yang
dimiliki Graha Yang sebelumnya?”
Aku memikirkannya
dan menjawab, “Hanya satu Nyonya, hanya satu Nyonya.” Aku pikir aku sedang
membuat diriku bingung sampai akhirnya sadar apa yang dimaksud oleh Tuan muda.
Tuan muda melihat
pandangan ala monyetku menjadi terang dan tau bahwa akhirnya aku mengerti. Dia
menghela nafas keras dan membuang mukanya. Aku menatapnya dan berkata, “Tuan
muda, wajahmu sangat merah.”
Tuan muda
berbalik dan memberikanku senyuman dingin. Aku segera tau bahwa masalah akan
muncul setelah kebahagiaan.
Memang benar.
Dalam waktu seketika, Tuan muda mendorongku jatuh dan aku terbaring ditempat
tidur seperti monyet mati. Tuan muda naik ketubuhku dan dengan lembut bersandar
ketubuhku. Aku dengan gugup bertanya kepadanya, “Tuan muda, kau... aroma apa
yang tercium dari tubuhmu?” Mengapa baunya enak sekali?
Tuan muda
menatapku dan berkata, “Aroma seorang lelaki.” Aku tidak berani bicara lagi.
Hari itu, aku
secara langsung merasakan pengalaman yang dulu sering dikatakan oleh selir
terdahulu tentang “sangat nikmat seperti naik ke surga.” Memang benar rasanya
seperti naik ke surga. Namun ada yang perlu dikasihani bahwa aku bukanlah
monyet yang lugu lagi. Aku melihat Tuan muda tidur dengan damai disebelahku,
dia terus bertanya kepadaku, kapan saat pertama kali aku melihatnya namun aku
berkata bahwa aku lupa.
Sebenarnya aku berbohong. Bagaimana aku lupa hari itu? Dia mengenakan jubah putih, duduk ditengah ruangan. Tangannya yang panjang sedang memegang secangkir teh dan dia memberitahuku, “Angkat kepalamu.” Aku mengangkat kepalaku dan melihatnya mengerutkan kening dan tertawa terbahak-bahak ketika dia berkata, “ Benar-benar seperti monyet.”
Sebenarnya aku berbohong. Bagaimana aku lupa hari itu? Dia mengenakan jubah putih, duduk ditengah ruangan. Tangannya yang panjang sedang memegang secangkir teh dan dia memberitahuku, “Angkat kepalamu.” Aku mengangkat kepalaku dan melihatnya mengerutkan kening dan tertawa terbahak-bahak ketika dia berkata, “ Benar-benar seperti monyet.”
Pada saat itu,
pelayan yang ada semuanya tertawa, namun aku tidak memerhatikan. Aku terus
melihatnya, melihatnya dari bawah sampai ke atas, seperti melihat dewa.
Sebelumnya, aku berpikir bahwa untuk seseorang seperti Tuan muda, meskipun
setelah menghabiskan seluruh hidupku yang malang, aku bahkan tidak akan bisa
menyentuh ujung jarinya. Namun, setelahnya, Tuan muda cedera dan aku bisa
tinggal untuk merawatnya. Meskipun melelahkan, paling tidak dia sudah jatuh
sedikit dari singgasana dewa dan aku bisa menyentuhnya sekarang.
Namun siapa yang
tau kalau Tuan muda sekuat itu? Sejak dia bangkit dari neraka, aku berpikir dia
akan kembali ke kehidupannya dulu. Siapa yang tau kalau dia memang kembali –
namun sambil menggandeng tanganku.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Alhamdulillah, senang rasanya terjemahan cerita pendek pertama ini kelar juga. well, mungkin flownya belum terasa pas yah, mohon maaf klo masih kaku, tapi ke depannya aku usahakan supaya lebih alami. Still hoping to make more of you enjoy may humble work chaiiiyooooo.......
No comments:
Post a Comment