Monday 7 August 2017

Death Exist Not at the River of Oblivion - Chapter 5

Chapter 5 : Dia melindungimu, sayangku

Ada rasa terbakar ditengkukku tepat ketika aku menginjakkan kaki di dunia akhirat. Dari tiga segel yang diberikan Yanwang, satu sudah hilang. Ini artinya satu dari tiga kehidupan yang dijanjikan Moxi sudah berlalu.

Sekembalinya aku ke dunia akhirat, aku tidak suka berjalan sendirian dipinggiran sungai Wangchuan. Apa untungnya, kalau aku akan tetap berakhir sendirian pada akhirnya? Setiap hari, aku bersandar pada batu sambil menantikan Moxi berjalan menuju reinkarnasi berikutnya.

Waktu berlalu dengan cepat di dunia akhirat. Sudah empat dekade berlalu di dunia manusia ketika tanpa sengaja aku bertemu seseorang yang aku anggap kenalan.

Aku meringis melihatnya. Dia, juga, mengenaliku dan tertegun untuk beberapa saat. Cukup lama baginya untuk tersadar dan berkata, “Kau?”

“Pendeta, sudah cukup lama berlalu. Kau tidak kelihatan tua sama sekali.”

Dia tidak mengacuhkan candaanku dan mengerutkan dahi. “Mengapa kau belum be-reinkarnasi?”
“Aku sedang menunggu seseorang.”

Aku mengatakannya dengan santai, namun dia nampak terkejut. Dia mendesah setelah sekian lama: “Karena akulah kalian terpisah di dunia...”

Aku mengibaskan tanganku dan akan berkata bahwa takdirlah yang menyebabkan semuanya terjadi ketika dia bicara lagi: “ Kau menghabiskan waktumu disini menunggunnya sedangkan dia menghabiskan waktunya di dunia meratapi kehilanganmu. Aku sudah berbuat salah telah merampas kebahagiaan kalian berdua.” Dia terdiam, seperti sedang memikirkan sesuatu, dan dengan yakin berbicara: “Apa yang sudah terjadi, terjadilah. Karena aku berhutang pada kalian berdua di kehidupan ini, aku akan membayar hutangku dikehidupan berikutnya.”

“Tidak usah repot-repot, sungguh.” Dengan tulus aku memberitahunya. “Ini antara aku dan Moxi, dan kami tidak ingin melibatkan orang lain dalam urusan kami.”

Dia mengibaskan ujung jubahnya, menggelengkan kepalanya sambil menghela nafas, dan melanjutkan perjalanannya.

Aku berpikir memang tidak bisa dihindari bagi orang yang berumur panjang untuk memiliki kebiasaan buruk untuk mencoba menebak cara berpikir atau isi pikiran orang lain.

Tak peduli bagaimanapun pencapaiannya sebagai pendeta semasa hidupnya, ketika semangkuk sup si Tua Meng dia minum, satu langkah melalui jembatan Naihe, dan melompat ke putaran reinkarnasi maka masa lalu seseorang akan lenyap seketika.

Kehidupan berikutnya tidak akan bisa menebus kesalahan sesorang dimasa lalu.

Setelah pendeta istana bereinkarnasi, aku berpikir Moxi juga pasti akan segera datang ke dunia akhirat. Setiap hari, aku menatap sungai Wangchuan dan aku berhias secantik mungkin sampai-sampai aku kelihatan begitu menonjol dan tidak sesuai dengan kondisi di dunia akhirat. Di saat-saat senggang, aku duduk diatas batu dan belajar tentang tata cara hidup manusia. Aku mengambil sebatang kayu dan menggambar lingkaran ditanah, membisikkan kata: “Moxi, cepatlah turun, cepatlah kemari.

Ketulusanku mungkin akhirnya mengetuk pintu surga. Hari itu setelah aku selesai berpakaian dan berdiri diatas batu, aku melihat Moxi berjalan diantara bunga amaryllies yang berwarna kuning selagi dia berjalan mendekatiku, kelihatannya seperti sedikit marah.

Oh, dia jelas-jelas marah.

Aku masih sedikit bingung ketika sebuah bola api terlontar mengarah ke kakiku. Terkejut, aku dengan cepat melompat dan mengelak.

Mahkluk dan ruh dunia lain yang kebetulan melihatnya segera menyingkir dari pandangan begitu mereka melihat bola api.

Tidak tau apa yang sedang terjadi, aku memandang Moxi. Dia terlihat seperti saat pertama kali aku bertemu dengannya – kehadirannya dipenuhi suasana surgawi.

Namun mahkluk surga ini sepertinya sedang penuh marah tanpa alasan, dan sepertinya dia terlihat kebingungan.

Aku merasa sedikit sedih. Aku sudah menunggunya begitu lama. Kami baru saja berjumpa dan belum bertukar sapa malah dia langsung menyerangku. Aku sangat merasa terluka!

Dia mendekat dan meraih pergelangan tanganku. Aku melindungi titik vitalku dan berkelit, menghindari cengkeramannya.

Dia mencemooh: “Jadi kau sudah belajar bagaimana caranya mengelak dan sudah tau rasa  takut. Mengapa kau tidak membiarkanku menangkapmu? Mengapa kau tidak membiarkanku membakarmu? Apakah kau sekarang sudah menyadari kalau hidupmu tidak mudah untuk kau dapatkan sehingga kau takut kehilangannya sekarang?”

Aku memikirkan apa maksud dari perkataannya. “moxi, apakah kau marah padaku?”

“Marah?” Dia mengejek. “Kenapa aku harus marah? Kau melindungiku, mengorbankan hidupmu untuk melindungiku, dan membantuku melewati ujian takdirku. Aku tidak bisa cukup berterimakasih kepadamu, bagaimana aku berani marah padamu?”

Aku membuka mulutku untuk berkata bahwa aku tidak mengerti mengapa dia marah kepadaku, dan berniat meledeknya. Namun melihat amarah yang berkelebat diantara alisnya, aku diam dan menelan kata-kataku, perasaan sedih dalam hatiku semakin memuncak.

Melihat tampangku yang terluka dan mataku yang berkaca-kaca, wajahnya tampak semakin tegang sembari berkata dengan dingin, “Kau tidak diijinkan menangis.”

Aku terus menatapnya dengan mata berkaca-kaca.

Pembuluh darah dikeningnya nampak semakin menonjol. Pada akhirnya, dia menghela nafas panjang. “sudahlah.” Pandangannya sedikit melembut, dan dia menepuk kepalaku dan memberikan senyuman samar. “Aku yang patut dipersalahkan.” Hampir bersamaan, ekspresinya kembali gelap. “Kenapa aura kegelapan ditubuhmu semakin pekat?”

Aku menyembunyikan wajahku dengan sedikit malu. “Karena aku mengira kau akan segera tiba, aku mandi air sungai Wangchuan setiap hari.” Apakah kau suka penampilanku?”

Moxi terdiam untuk beberapa saat.

“Aku berbenah setiap hari. Aku berkata, “selagi aku menunggumu disini. Moxi, kapan kau akan bereinkarnasi agar aku bisa pergi denganmu?”

Dia mengernyit. “pergi denganku?”

“Tentu saja.”

Dia menarik lenganku dan memukul segel emas dipergelangan tanganku. “Kau dilarang untuk meninggalkan dunia akhirar selama lima puluh tahun.”

Merasa bingung, aku bertanya, “Kenapa? Tidakkah kau berjanji soal tiga kehidupan kepadaku?”
“Ya. Yang aku minta hanya agar kau menunggu lima puluh tahun lagi sebelum kembali ke dunia manusia.”

“Tapi kau juga berjanji kepadaku kalau aku akan merayumu.”

“Kau bisa datang untuk merayuku.”

“Tapi kau pasti sudah jadi pria tua saat waktu itu tiba. Bila saat itu tiba, ketika aku menemukanmu, kita tidak akan punya banyak waktu untuk dihabiskan bersama lagi.”

“Jangan cari aku kalau begitu.”

Sesaat setelah dia selesai bicara, dia bergegas menyeberangi jembatan Naihe. Aku sangat marah dan mengambil segenggam lumpur sungai dan melemparkannya tepat ke belakang kepala Moxi.
Dia berdiri memunggungiku, aku tidak tau ekspresi wajahnya. Aku hanya melihat tiba-tiba si Tua Meng membungkuk dan melakukan kowtow kepadanya sembari dia memohon dengan sungguh-sungguh: “Ampunilah, Tuanku.”

Aku tersadar setelah semuanya terlambat, tanah di dunia akhirat sudah diinjak oleh para hantu dan ruh yang jumlahnya tak bisa dihitung. Tanah yang paling kotor ditiga dunia. Lemparan lumpur oleh tanganku, untuk seorang dewa dari surga, sudah pasti dosa yang sangat besar.

Dia melirik kearahku, suaranya sedikit kasar: “Aku tidak mau kau menjadi ujian takdirku untuk yang kedua kali.”

Sungguh kalimat yang aneh. Untuk sesaat, aku tidak bisa memahami perkataannya. Aku hanya bisa menatapnya saat dia meminum sup si Tua Meng tanpa menoleh lagi. Kemudian dia masuk ke putaran reinkarnasi dan menghilang.

Dia pasti berpikir aku merepotkan dan karenanya dia tidak ingin pergi bersamaku. Pikiran ini membuatku sedih sehingga aku meratap dibatu dan menangis sepuasnya.

Kalau orang lain yang melukaiku, aku akan membalasnya sepuluh kali lipat. Tapi Moxi yang menyakitiku ... karena itu Moxi maka aku hanya bisa membiarkannya menyakiti perasaanku. Aku bukan hanya tak bisa menang darinya, aku juga tidak bisa membiarkannya pergi.

Aku tak tahu berapa lama aku menangis saat ada orang yang memanggilku namaku dari seberang sungai.: “Nona Sansheng. Oh salah, Nyonya Sansheng tersayang, jangan menangis, jangan menangis lagi.”

Aku mengintip dari balik batu dan memandang tamuku dengan mata bengkak. “Jia, ada apa?”
Jia meraba keningnya, kemudian menggelengkan kepalanya dan berkata, “selama beberapa hari belakangan, air matamu yang tertumpah telah membuat air sungai Wangchuan naik beberapa meter. Sungguh mengejutkan melihat batu bisa mengeluarkan air mata sebanyak ini. Jiwa-jiwa yang hendak menyeberangi jembatan Naihe semuanya ketakutan. Yanwang dengan khusus mengirimku untuk membawamu menemuinya agar kita bisa membicarakan masalah ini.”

Aku mengangguk, kemudian mengikuti Jia menuju istana Yanwang dengan hati pilu.
Biarpun nampak kurus, Yanwang nampak sedikit buncit. Ketika aku melihatnya, dia sedang mengunyah kaki babi dengan rakus.

Aku menyapanya: “Yanwang.”

“Oh, Sansheng sudah datang.” Dia mengibaskan tangannya. Sekali gerakan, seorang pelayan menghampiriku dan menawarkan sepotong ham kepadaku. Kelihatannnya sangat berminyak sehingga membuatku mual. Aku menolaknya dan membiarkan pelayan itu pergi.

Yanwang memandangku sejenak dan berkata, “Aku sudah dengar kau sakit hati dan bersedih karena Tuan Moxi beberapa hari ini.”

Mendengar nama Moxi disebut, hidungku menjadi basah dan air mataku mulai tumpah.
“Tidak, tidak, jangan!” dia menyemburkan kata-kata dalam usahanya mencegahku menangis. “Hari ini aku memanggilmu kesini agar kita bisa membicarakan soal kesusahan hatimu. Kalau kau terus menangis, aku takut sungai Wangchuan akan meluap.”

“Sansheng.” Dia bicara sambil mengusap mulutnya, “apakah kau tau tiga takdir apa yang Tuan Moxi sedang alami di dunia manusia?”

Aku menggelengkan kepalaku.

“Untuk berpisah meski saling mencintai, untuk bertemu meski akan berakhir penuh kesengsaraan, dan untuk mencari apa yang tak bisa diraih. Ini adalah tiga ujian dalam kepercayaan Buddha. Di kehidupannya yang terakhir dia harus berpisah dari orang yang dicintainya. Di dalam Buku Takdir Siming Xingjun, tertulis bahwa Tuan Moxi dan putri jenderal besar, Shi Qianqian harusnya saling mencintai namun cinta mereka akan terpisah karena perbedaan pandangan. itulah takdir perpisahan yang mestinya dialami Tuan Moxi. Akan tetapi, takdirnya berubah karena kehadiranmu. Awalnya Tuan Moxi akan hidup dalam kesepian, namun karena dia bertemu denganmu, selama bertahun-tahun kalian bersama akhirnya dia memiliki perasaan terhadapmu. Kau ingin membantunya untuk menghindari takdirnya, jadi kau merelakan hidupmu agar hidupnya berjalan mulus. Benar juga, menghabiskan sisa hidupnya terpisah darimu sama juga dengan ‘berpisah dengan orang yang dicintainya’. Kau tanpa sengaja sudah memenuhi takdirnya, meskipun awalnya tidak bermaksud demikian.”

Yanwang terdiam sesaat kemudian menghela nafas. “Kau belum melihat bagaimana tampang Tuan Moxi saat di dunia manusia. Tsk tsk, dia biasanya orang yang sangat murah hati, namun untukmu, dia dengan hati dingin meminta kaisar untuk membinasakan seluruh garis keturunan jenderal besar. Dia pasti sangat mencintaimu begitu dalam, karena dia juga tidak pernah menikah sepanjang sisa hidupnya. Dan kemudian setelah ia kembali ke dunia akhirat, dia mulai mengingat masa lalu. Orang lain mungkin beranggapan, sebagai mahkluk surgawi, Tuan Moxi tidak akan ambil pusing soal masa lalu. Namun pada akhirnya dia masih berbuat hal ini padamu. Sepertinya ... dia tidak berhenti mencintaimu. Tuanku menghukummu selama lima puluh tahun sudah jelas karena dia ingin menyingkat waktumu dan waktunya di dunia. Dia tidak mau kau menjadi ujian takdirnya lagi.”

“Dia melindungimu, sayangku,” Yanwang memberitahuku pada akhirnya.

Aku membeku mendengar kata-katanya.

“Mereka yang ada di surga melihat remeh kepada kita di dunia akhirat. Sansheng, lakukan yang terbaik untuk merayu Tuan Moxi. Hanya dengan demikian dunia kita ... ahahaha, kau paham maksudku kan?”

Tawa membahana Yanwang terdengar semakin jauh dari telingaku. Hanya satu kalimat yang terngiang di telingaku berkecamuk dalam pikiranku.

Dia sedang melindungimu, sayangku.

_______________________________________________________________________________
Menerjemahkan cerita pendek nampaknya memang sedikit lebih mudah ketimbang menerjemahkan cerita panjang. Tidak perlu lama-lama tau—taunya sudah sampai pada bagian akhir. Untuk jangka pendek mungkin menyenangkan. Tapi untuk cerita yang punya banyak chapter, meskipun ceritanya puanjaaaang dan lama namun kesannya dalam, kita tidak harus cepat-cepat berpisah dengan karakter kesayangan kita dalam waktu singkat. Cerita yang panjang membuat kita bisa mendalami karakter tiap tokoh dan diakhir cerita kita tidak bisa dengan mudah melupakan ceritanya.

Namun lagi-lagi, waktu sangat cepat berlalu, sementara yang dikerjakan banyak sekali. Aku takut pembaca jadi cepat bosan, karena itu aku memilih cerita pendek untuk segera diselesaikan sembari aku ‘berjuang’ menerjemahkan novel panjang Lost You Forever.

Aku suka membaca, namun aku tak pandai menulis ahahahha .... my imagination is rather wild but I can’t write in on paper, for now I am quite satisfied just to translate.... till when? Only heaven knows ^_^
________________________________________________________________________________


  

No comments:

Post a Comment

Death Exist Not at the River of Oblivion - Chapter 10

Chapter 10: Sulit sekali mencintaimu di kehidupan kali ini Aku tak melihat sosok Zhonghua lagi sejak hari itu. Kelihatannya dia benar-be...