Dear readers,
Terkadang cukup melelahkan membaca novel dengan banyak episode,
bertanya-tanya sepanjang waktu kiri-kira
gimana soal ending-nya nanti, jadi sambil membaca sambil resah kan yah ^^’
Kalau sudah begini, aku biasanya mulai cari-cari bacaan pendek,
penasarannya ga pake lama dan nerjemahinnya juga sebentar. Nah ini ada novel
singkat yang bagus banget, udah baca berkali-kali kali tetap aja bikin mewek,
tidak, tidak, jangan kuatir, ceritanya happy ending koq ^_^
Cerita ini bagus banget, termasuk dalam novel fav aku, tokoh-tokohnya real
dan masuk akal, kisahnya menyentuh dan banyak memberikan inspirasi. Semoga
pembaca juga suka dan thanks a lot sudah menyempatkan waktunya singgah disini,
luf you all.
Kalau lihat terjemahan bahasa Inggrisnya di blog onesecondspring.blogspot.co.id punyanya Decembi , judulnya Our Second Master, kalau dalam bahasa Indonesia mah gampangnya Tuan
Nomer dua, kalau novel aslinya Prodigal
Son, yang artinya secara literal adalah anak laki-laki yang tidak berguna,
atau bisa dibilang juga petualang, penganut prinsip hidup bebas gitulah. Nah,
kalau judulnya dibahasa Indonesiakan rasanya koq canggung ya, mau pakai Prodigal Son hlaa ini kan terjemahan
Indonesia, mau pakai Tuan Muda Kedua rasanya lucu banget jadi ambigu
hihihihihihi
Setelah pikir-pikir, aku putuskan aja judulnya TUAN MUDA yah, gpplah ya
kan, yang penting udah pada paham ya maksudnya aku, yang penting ceritanya
tentang seorang putra kedua dari keluarga kaya, ceritanya memakai sudut pandang
orang ketiga yaitu pelayannya.
Well, enough with the rambling hihihihihi... let’s start to read!
original author ; TWENTINE
original author ; TWENTINE
Chapter 1 : Tuan Muda kami
adalah sepasang celana dari sutra
Seluruh penduduk kota Hangzhou tau kalau Tuan Muda kami adalah sepasang celana sutra. * Keluarga Yang
menjalankan bisnis sutra terbesar diseluruh negeri. Keluarga paling kaya
diseluruh negeri dan memiliki dua putra. Tuan Muda pertama, Yang Yi Fang,
ketika namanya disebut orang-orang akan mengacungkan jempolnya. Beliau adalah
salah satu cendekia terbaik, sangat terpelajar dan salah satu kandidat sukses
untuk lulus dari ujian kerajaan. Ditambah lagi, penampilan Yang Yi Fang yang
sangat elegan dengan alis dan mata yang indah, oleh karenanya Tuan Besar Yang
selalu suka membaza Yang Yi Fang bersamanya ketika mengadakan pertemuan bisnis.
Dengan kuas dia menghasilkan lukisan, dengan kata-kata, dia membacakan puisi.
Didunia yang penuh dengan orang-orang yang tidak berguna dan suka berpura-pura,
kewibawaannya seperti batang pohon plum, putih seperti salju dimusim semi. Dan,
Tuan Muda Kedua (note : kedepannya aku
akan memakai kata Tuan muda sebagai kata pengganti Yang Yi Qi), Yang Yi Qi,
baiklah, dia juga punya karakter – lagipula, tidak banyak orang yang bisa
membuat kening mengernyit setelah mendengar nama seseorang disebut. Tuan Muda
lebih muda setahun dari Tuan Muda pertama, namun kedewasaan emosional dan
karakter mereka sangat berbeda sejauh bintang dan sisanya (aku nyerah deh nyari istilahnya, yang pasti maksudnya sangat-sangat
bertolak belakang ^^)
Ada pepatah bilang bahwa karakter seseorang bisa dilihat saat usianya tiga
tahun. Saat Tuan Muda masuk usia tiga tahun, Graha Yang mengadakan pesta besar yang acaranya sampai meluber
keseluruh jalan. Mereka mengundang kelompok opera yang paling terkenal untuk
meramaikan pesta. Ketika bintang utama sedang menyanyi dipentas, dia (perempuan) tiba-tiba berteriak kencang.
Semua orang melihat dan menyadari bahwa ada seseorang berguling keluar dari
balik rok penyanyi tersebut—ya benar, itu Tuan Muda kami. Mulai dari hari itu,
hampir semua penduduk kota tau, putra kedua Graha
Yang dari usianya masih tiga tahun sudah tau bagaimana caranya masuk ke
balik rok si bintang dan menyentuh kakinya. Tuan besar Yang dan Nyonya Yang
kehilangan muka dan hampir putus nafasnya. Setelah kejadian itu, Tuan Besar
Yang mengundang lima guru, guru senior, guru junior, guru yang tegas, namun
mereka semua tidak bisa mengontrol Tuan Muda. Tanpa mengeluarkan usaha, seperti
meniup debu, Tuan Muda menusir mereka semua pergi.
Syukurlah Tuan Muda pertama sangat hebat, perlahan Tuan besar Yang dan
Nyonya Yang tidak ambil pusing dengan Tuan Muda. Setiap bulan, mereka akan
memberinya uang dan membiarkannya melakukan apa saja yang dia suka. Mereka
berdua mengerahkan semua usaha untuk mempersiapkan Tuan Muda pertama. Ah, aku
belum bilang aku siapa. Karena aku menyebut Yang Yi Qi “Tuan Muda kami”,
tentunya secara alami, aku juga bagian dari Graha Yang. Memang benar, aku
pelayan Tuan Muda. Ketika usiaku delapan tahun, aku dijual ke Graha Yang. Pada awalnya,
aku melakukan pekerjaan kasar di bagian dapur, dan kemudian aku dipindahkan ke
pavilion Tuan Muda. Aku secara personal dipindahkan oleh Nyonya besar Yang –
kalau kau pikir aku dipindahkan karena kecantikanku untuk menjadi selir-pelayan
**, maka kau salah besar. Kenyataannya sangat berlawanan, aku dipindahkan
karena aku jelek.
Sebenarnya secara pribadi aku tidak merasa aku ini jelek. Aku hanya sedikit
pendek, wajahku agak sedikit bulat, mataku agak sedikit sipit, rahangku agak
sedikit besar. Di samping semua itu, aku termasuk gadis yang cukup layak.
Bagaimanapun, ketika pertama kali aku memasuki kediaman Tuan Muda, aku segera menyadari
kesalahanku. Dengan wajahku, aku bahkan tidak bisa dianggap sebagai manusia
disini, mungkin lebih cocok kalau dibilang seekor monyet – dan lebih tepatnya
monyet liar di dalam hutan. Suatu hari – ada orang yang memberitahuku bahwa aku
dipindahkan kesini karena Tuan Muda sudah tidur dengan seluruh pelayan disini.
Semua pelayan saling menusuk dari belakang dan sibuk bersiasat sehingga tidak
ada yang bisa menyelesaikan kewajiban mereka dengan benar. Hari pertama aku
tiba, aku menghadap Tuan Muda untuk menyampaikan salam hormat. Tuan Muda sedang
minum teh. Ekspresi ketika dia melihatku sungguh mengerikan dan sekasar yang
kau bisa bayangkan. Dia mengibaskan tangannya untuk menyuruhku pergi dan
melakukan tugasku.
Dalam hatiku, aku berkata, bisakah kau bersikap sedikit lebih baik? Akan
tetapi, hari itu adalah hari pertama aku bertemu dengannya. Aku pikir aku tidak
bisa menyalahkan semua pelayan yang melemparkan tubuh mereka kepadanya. Tuan
Muda sangat tampan, aku sudah melihat Tuan Muda pertama sebelumnya, meskipun
Tuan Muda pertama tidak jelek, namun bia dibandingkan dengan Tuan Muda, dia
kekurangan satu hal. Meskipun Tuan Muda pertama membaca banyak buku dan sangat
mudah disukai, namun dia memberikanku perasaan dingin. Tuan Muda sangat
berbeda, diseluruh HangZhou, semua orang tau Tuan Muda tau bagaimana caranya
bermain bagus. Sepasang mata yang selalu bersinar dari siang sampai malam hari,
memakai jubah longgar, kapanpun jubahnya terbuka saat ia berjalan disepanjang
Danau Barat sembari menggoyangkan kipasnya, seluruh perempuan muda akan
memandang. Graha Yang sungguh besar, kediaman Tuan Muda dan Tuan Muda pertama
letaknya berjauhan, namun semua orang di Graha tau bahwa orang orang dari kedua
pavilion tidak melihat dari mata ke mata.
Pelayan dari pavilion Tuan Muda mencemooh penampilan pelayan dari pavilion
Tuan Muda pertama, sementara pelayan pavilion Tuan Muda pertama tidak menyukai
cara hidup pelayan pavilion Tuan Muda. (Note
: mungkin tepatnya bahwa pelayan dari pavilion Tuan muda pertama wajahnya
kurang menarik, sementara pelayan dari pavilion Tuan muda kehidupannya tidak
pantas, mungkin karena sibuk memperebutkan perhatian Tuan muda-nya ^^) Dan,
sebagai orang yang sudah menurunkan standar pavilion Tuan muda 9Karena tidak
cantik), hidupku tidak nyaman disana. Semua pekerjaan kotor dan melelahkan menjadi
tugasku. Sebenarnya tak masalah buatku. Yang menjadi masalah adalah semua
kesalahan kesalahan konyol juga ditimpakan kepadaku. Sebagai contoh, pelayan
terbaru Tuan Muda Chun Xue, ketika dia sedang menikmati pemandangan bunga-bunga
mekar ditaman, dia secara tak sengaja menginjak kaki pelayan selir ** favorit
sebelumnya, Lu Liu. Karena hal ini, kedua gadis mulai bertengkar ditaman. Aku
sedang berdiri disatu sisi sedang menyapu lantai. Karena aku sedang bosan, aku
menonton mereka berkelahi. Tak lama kemudian, Tuan Muda kedua dan dua singa garang
yang tadinya sedang bergumul ganas berubah menjadi domba yang lemah lembut,
bergelayut disebelah kanan dan kirinya, saling menangis dan menyalahkan.
Tuan Muda memeluk mereka berdua, membujuk sana dan membujuk sini. Namun
karena kedua perempuan sama-sama mau menang, mereka sama sama mengatakan diri
siapa yang paling menderita dan memaksa Tuan Muda untuk mengambil keputusan.
Tuan Muda tidak sampai hatinya memukul salah satu dari mereka, menoleh ke kanan
dan ke kiri, dan tak sengaja melihatku. Ketika matanya yang berbinar melihatku,
hatiku seketika melonjak dan hatiku jadi tidak enak. Ternyata perasaanku benar,
dengan langkah cepat, Tuan Muda berjalan ke arahku dan menamparku. Tamparannya
tidak ringan, namun juga tidak kuat, kalau bisa dibilang, energi yang mau
dikeluarkan oleh Tuan Muda untuk pelayan monyetnya cuma segitu. Aku monyet yang
bijaksana, setelah menerima tamparan, aku dengan segera berlutut dan mengakui
kesalahanku. Setelah itu, Tuan Muda dengan suaranya yang membujuk mengatakan
kepada kedua perempuan itu, “Ini tentunya sudah cukup.” Dan semuanya selesai.
Sampai hari ini, aku masih tidak mengerti mengapa Tuan Muda menamparku.
Mungkin itu dia lakukan untuk menunjukkan kemampuannya, atau untuk menyenangkan
hati perempuannya. Atau mungkin dia merasa aku merusak pemandangan. Namun, itu
kali pertama Tuan Muda menyentuhku. Aku sering mendengar para selir bergosip
tentang bagaimana kuatnya Tuan Muda, dan bagaimana ketika aku merasakan
kekuatannya, semuanya sangat keren sampai sampai rasanya seperti pergi ke
surga. Malam setelah aku ditampar, dengan perasaan sadar, aku memang merasa
terbang ke surga.
Beberapa waktu kemudian, suatu hari Nyonya besar berkunjung ke pavilion dan
bicara dengan Tuan Muda sampai malam. Semua pelayan berkumpul dalam rasa takut
dan cemas. Aku penasaran dan menanyakan tentang apa yang terjadi. Biasanya,
mereka tak banyak bicara denganku, namun mereka sangat kesal kali ini dan tidak
punya energi untuk membenciku, jadi mereka memberitahuku apa yang terjadi.
Aku segera paham. Ternyata Nyonya besar ingin mencarikan Tuan Muda istri.
Tuan Muda pertama sudah menikah selama tiga tahun dan sudah punya seorang
putra. Tuan Muda adalah laki-laki yang suka bermain dan tak peduli urusannya
sendiri. Tuan Besar sudah pelan-pelan mewariskan usahanya ke Tuan Muda pertama,
dan teringat tentang pernikahan Tuan Muda. Tuan Muda adalah anak celana sutra
yang manja, suka kesana-kemari bermain-main, playboy, reputasinya sungguh amat
buruk. Namun, Graha Yang punya kekuatan yang besar dan uang yang banyak yang
tak ada habisnya, jadi orang yang datang untuk menawarkan pernikahan sangat
banyak. Nyonya besar menanyakan pendapat Tuan Muda dan dia tidak mengatakan
banyak, hanya bilang agar dicarikan perempuan yang cantik. Nyonya muda bernafas
lega dan pergi. Tak lama kemudian, Tuan besar dan Nyonya besar menemukan
seorang gadis putri seorang pebisnis daun teh.
Pebisnis daun teh ini bukan pebisnis biasa, salah satu pebisnis papan atas
di HangZhou. Putri bungsu mereka baru saja berulang tahun ke enam belas dan
sedang dalam usia mekar. Dua keluarga mengatur pertemuan. Hari itu, Tuan Muda
bangun telat dan tidak benar-benar merapikan dirinya – dengan kondisi
berantakan dia pergi ke tempat pertemuan. Akan tetapi, kebalikan dari yang
diharapkan si gadis muda justru tertarik gaya tak biasa dan kebebasan Tuan
Muda. Meskipun kedua orangtuanya masih tidak yakin, namun membayangkan tentang
betapa besarnya bisnis keluarga Yang, mereka tidak akan khawatir tentang
bagaimana Graha Yang akan menangani Tuan Muda, dan dengan demikian mereka
sepakat. Oleh karena itu, Nyonya Yang mulai membersihkan pelayan dari pavilion
Tuan Muda. Dalam setengah bulan, terdengar tangisan dan lolongan dari semua
penjuru pavilion siang dan malam. Aku tidak bisa tidur nyenyak dalam beberapa
hari. Wajahku jadi semakin tirus dan semakin mirip dengan monyet. Namun, terimakasih
kepada wajah monyetku, Nyonya besar tidak mengusirku dari pavilion, dia bahkan
tidak melirik ke arahku dua kali. Aku dengan aman dan nyaman tetap tinggal di
pavilion Tuan Muda.
Selain aku, ada juga seorang pelayan tua berusia lima-puluhan. Namun selain
kami berdua, pavilion bahkan tidak punya tikus perempuan. Tukang suruh,
penjaga, dan pembantu, semuanya laki-laki. Tuan Muda sangat kesal dengan
keadaan ini. Kau harus tau kalau temperamen Tuan Muda kami sangat buruk, ketika
ada perempuan untuk membujuknya, masih aman, namun ketika tidak ada perempuan
dia akan berubah menjadi anjing liar yang baru dilepas—bukan, kuda liar.
Pelayan tua yang dipanggil nenek Feng tuli, jadi cuma aku yang tersisa untuk
disiksa oleh Tuan muda. Dalam dua tahun aku bekerja di pavilion Tuan Muda aku
tidak banyak berinteraksi dengannya sebanyak aku berinteraksi dengannya dua
bulan belakangan ini. Meskipun saat ia sedang bermain dengan burung-burung
peliharaannya di halaman, ketika dia sedang bosan, dia akan datang mencariku
dan menendangku. Apakah aku berani melawan? Tentu, aku tidak berani.
Jadi, aku terbiasa menjadi tempat ia melampiaskan marahnya. Dalam hatiku,
aku berharap agar tahun segera berganti. Kenapa? Pernikahan Tuan Muda diadakan
setelah tahun baru. Setelah tahun baru, akan ada nyonya muda di pavilion dan
Tuan Muda tidak akan punya waktu untuk menendangku. Selagi aku menghitung hari
berlalu, sesuatu terjadi kepada Tuan Muda.
Singkat cerita, sesuatu itu bukan terjadi atas Tuan Muda, namun tepatnya
sesuatu menimpa Graha Yang. Tuan Besar Yang berangkat ke Jiang Su dalam urusan
bisnis dan secara tak sengaja diwaktu yang sama Tuan Muda sedang kabur dari
rumah karena bosan. Dia tertangkap oleh Tuan besar Yang dan menyeretnyad dengan
marah. Dan dijalan pulang, sesuatu menimpa mereka. Detail penting tentang apa
yang terjadi, pelayan tidak penting seperti aku tak akan pernah tau. Aku sedang
mencuci pakaian ketika mendengar teriakan dari luar pavilion.
Aku merasa aneh ketika sekelompok prajurit masuk ke dalam dan membongkar
seisi rumah. Kelakuan mereka sangat kasar dan mereka menghancurkan semua barang
Tuan Muda. Malam itu, setelah prajurit pergi, aku mendengar semua anggota
keluarga perempuan Graha Yang berkumpul dan menangis. Tangisan mereka sangat memilukan – terdengar
sepanjang malam. Aku tidak tau apa yang terjadi, namun sejak hari itu aku tau
bahwa Graha Yang sudah runtuh. Rumah besar disegel dan kami semua pindah ke
rumah kecil diluar kota. Nyonya besar mengumpulkan semua pelayan, memberikan
mereka sedikit uang dan meminta kami untuk pergi. Itu kali pertama aku melihat
Nyonya besar memakai pakaian masyarakat jelata yang usang sama seperti kami.
Namun Nyonya besar tetaplah Nyonya dari keluarga Yang, apapun yang dia pakai
dia tetap terlihat cantik.
Setelah menerima uang, aku hanya menanyakan satu hal – “Nyonya besar, Tuan
Muda kami?”
Nyonya besar Yang mendengarku dan kedua bola matanya menjadi merah, dia
menutupi mulutnya dan menangis.
*sebutan bagi anak orang kaya namun biasanya berkonotasi negatif.
**pelayan namun dalam keseharian diperlakukan seperti selir
No comments:
Post a Comment