Sunday 30 July 2017

Chapter 7 -- Tuan Muda - PRODIGAL SON -- Tamat

Namun aku menjawabnya, “Tuan muda, aku tidak bisa tinggal.”

Tangan Tuan muda selalu menutupi mataku. Setelah emndengar perkataanku, dia tidak membuka mulutnya, dia tidak emnurunkan tangannya.

Aku berkata, “Tuan muda, kau harus memberi tahu kepala pelayan semua yang harus dilakukan. Jika tidak, aku takut dia tidak akan bisa melayanimu dengan benar.”

Tuan mdua tidak bergerak. Jadi, aku memutuskan untuk melakukannya sendiri, memanggil kepala pelayan. Tangan kepala pelayan menggantung disisi tubuhnya selagi dia berdiri disalah satu sudut. Aku memberitahunya, “Kepala pelayan, kau harus menginta apa yang akan aku katakan.”
Kepala pelayan menganggukkan kepalanya, “Apa yang Nona ingin sampaikan?”

Aku berkata, “Kaki Tuan muda memang sudah sembuh, namun kakinya akan terasa sakit sakit pada hari yang dingin dan hujan. Kau harus menyiapkan handuk hangat untuk mengompres kakinya. Ada toko obat bernama Return to spring hall didekat rumah kita yang dulu, meskipun toko itu kecil, namun dokter disana sangat ahli. Selama beberapa tahun ini mereka sudah menangani masalah kaki Tuan muda, jika ada masalah, maka kau harus pergi kesana.”

“Tabung bambu untuk kaki harus diganti setiap 3 bulan. Tukang kayu dikota tau persis ukurannya. Kau tidak boleh menggunakan sutra lembut untuk menutupi kaki karena sutra tidak akan bertahan, kau harus menggunakan kain tebal. Untuk pakaian Tuan muda, bagian kiri jubah memerlukan lapisan tambahan, aku sudah meninggalkan ukuran celana kepada Nyonya besar Yang.”

“........”

“Tuan muda bukan pemilih makan namun dia suka makanan dengan rasa kuat. Untuk alasan kesehatan, dia tidak boleh makan makanan pedas. Kau harus memberitahu bagian dapur untuk mengurangi penggunaan cabe saat memasak.”

“Kau harus lebih hati-hati saat malam – ketika Tuan muda susah tidur, dia suka minum alkohol dihalaman. Namun, kau tidak boleh mebiarkannya minum terlalu banyak. Jangan ganggu dia, diam-diam sembunyilah dibalik rumah untuk mengawasinya, jangan biarkan dia terlalu sedih... kepala pelayan?” Aku hanya bicara beberapa kata dan melihat linangan air mata di wajah kepala pelayan dan dia berlutut.

“Nona—“ Aku tidak tau apa yang terjadi kepada kepala pelayan. Sebelumnya ketika Tuan besar Yang masih ada, aku tidak tau kalau dia suka sekali menangis. Aku memalingkan wajahku dan sedang berpikir bagaimana caranya agar Tuan muda menyampaikan bebrapa kata untuk menghibur kepala pelayan namun Tuan muda masih dalam posisi sama dan tdak bergerak.

Aku tiba-tiba merasa kembali kemasa bebrapa tahun yang lalu ketika Tuan muda kembali ke rumah setalh cedera, bayangan dirinya waktu itu yang tidak bisa hidup namun tidak bisa mati. Aku menggoyangkan tubuh Tuan muda dan bertanya, “Tuan muda, apa yang terjadi kepadamu?”

Tuan muda tidak bergerak, telapak tangannya masih menutupi matanya, hanya menampakkan sepasang bibir yang terkatup rapat. Kepala pelayan menambahkan dari sedelah sisi, “Sejak Nona pergi, Tuan belum makan selama tiga ahri.” Mataku membelalak dan aku bertanya kepada Tuan muda, “Tuan muda, mau makan apa?”

Kepala pelayan melakukan kowtow kepadaku dan lalu bangkit, “Nona, aku sudah tua dan tidak bisa mengingat semua ini. Kau harus mengingatnya sendiri.” Setelah dia selsai bicara, dia berjalan pergi.
Aku terkejut dan tertegun. Kau tidak bisa menjadi kepala pelayan dengan sikap begini?

“Monyet kecil...” Tuan muda membuka mulutnya, aku segera menoleh dan memberikannya perhatian. Aku bertanya, “Tuan muda, apa yang ingin kau makan? Aku akan memberitahu dapur untuk membuatnya.”

Tuan muda nampak berpikir sejenak dan berkata, “Mie.”

“Bisa! Tunggu sebentar.” Aku berlalu menuju dapur untuk mengambil semangkuk mie. Dalam perjalanan menuju dapur, ketika semua orang melihatku, pandangan mereka terlihat tulus. Aku terpengaruh oleh ledakan kehangatan ini dan dalam hatiku berpikir aku harus membuat Tuan muda menelan makanannya. Aku kembali terkenang tentang bagaimana Tuan muda tidak mau makan dulu, aku bahkan harus melakukan kekerasan.

Ah, tapi aku tidak menggunakan metode yang sama kali ini karena dengan kekuatan Tuan muda sekarang dia dapat dengan mudah mematahkan tubuhku. Begitupun, sampai saat ini, Tuan muda sangat mau bekerjasama, ketika aku menyodorkannya semangkuk mie, dia dengan cepat memakannya. Melihatnya masih punya kekuatan untuk makan, hatiku tenang. Tuan mudah berhenti setelah beberapa suap, dia melihat kedalam mangkuk dan bicara, “Apakah kau ingat saat kita makan mie bersama?”

Aku bilang aku ingat. Ketika dia pulang malam, kami sering duduk di dapur makan mie bersama. Meskipun masih sama sama mie, sekarang mangkuknya terbuat dari keramik mahal.
Tuan muda berkata, “Hari-hari ketika kau pergi, aku terus terpikir semangkuk mie ini.”

Aku berkata, “Jika Tuan muda suka makan mie, kau bisa meminta kepada kepala pelayan.” Mengapa kau mebuat dirimu lapar?

Tuan muda tertawa getir untuk sesaat dan menjawab, “Terkadang, aku benar-benar tidak tau kau ini bodoh atau pura-pura bodoh?”

Aku tidak bicara. Tuan muda bersandar ke tepi tempat tidur dan berkata, “Tahun lalu, aku sedang dalam perjalanan ke Jiang Su ketika aku dihadang oleh hujan badai. Kelompok pedagang terperangkap di gunung dan tidak bisa pergi.” Aku tidak tau mengapa Tuan muda tiba-tiba bicara tentang ini kepadaku namun dengan patuh aku menyimak.

Tuan muda memukul kakinya dan menatapku, dia berkata, “Pada saat itu, tabung bambuku hilang dan aku harus berjalan dengan kakiku. Pada malam hari, ketika kami berlindung di dalam gua, udaranya sangat dingin dan bisa saja membunuh kami. Orang-orang cemas kalau kami akan mati jadi kami berbincang satu sama lain untuk meningkatkan semangat kami. Pada saat itu, orang disebelahku bertanya kepadaku, ‘Kau sudah seperti ini, mengapa kau tetap pergi?’ Aku bilang padanya bahwa aku pergi untuk mencari uang. Orang itu tertawa dan berkata, ‘Itu benaar. Jika bukan karena uang, siapa yang mau menderita bersusah-payah melakukan perjalanan yang sangat jauh.’ Dan kemudia aku bilang padanya bahwa aku pergi mencari uang, namun bukan hanya untuk uang. Dia bertanya padaku apa yang aku maksud...”

Selagi Tuan muda mengenang kejadian itu, dia dengan lembut membelai kakinya dan suaranya sangat tenang. “Aku bilang kepadanya, setelah aku kehilangan kakiku, aku merenungkan hidupku dan merasa sudah tidak punya arti lagi dan berniat untuk tidak hidup lagi. Namun suatu hari, aku tersadar bahwa masih ada satu orang di dunia ini yang mau mengorbankan hidupnya untuk lelaki seperti aku. Namun orang itu sungguh bodoh setengah mati, jadi aku berpikir lagi, kalau aku mati begitu saja, apa yang akan terjadi kepadanya?”

“Diperlakukan baik seperti barang berharga oleh pria tak berguna, tetap saja tak berguna. Jadi aku menguatkan diriku, aku harus bangkit, menjadi pria di atas pria lain. Meskipun aku cuma setengah pria sekarang, aku harus membuatnya bangga.”

“Aku rela menanggung semua kesulitan, aku tidur dibawah bintang-bintang dan bulan, makan di alam liar, minum ditengah angin dingin dan menelan pasir, namun selama aku berpikir bahwa dia menikmati hidup di HangZhou, hatiku merasa nyaman dan aku melanjutkan perjalananku.”
Aku tidak tau sejak kapan namun mata Tuan muda sudah memerah, sangat merah sampai aku tak mampu melihat lagi. “Monyet kecil ....” Dia meraih tanganku, membungkukkan pinggangnya dan bertanya disisi wajahku yang menunduk, “Kau tau apa yang paling aku sesalkan dalam hidup ini?”
Aku memaksa kepalaku menggeleng, aku tidak tau, aku tidak tau apa-apa. Tuan muda menjawab dengan suara yang bergetar, “Bahwa aku tidak mengingatmu.”

Tuan muda menarik tanganku dan meletakkannya di dadanya. Air matanya yang hangat jatuh ke pergelangan tanganku dan aku merasa dadaku ditekan sangat kuat sampai rasanya mau mati. “Tuan paling menyesal bahwa Tuan tidak mengingatmu.”

Dia menarik tanganku untuk memukul dadanya lagi dan lagi. “Kau tinggal di pavilionku selama dua tahu, dan aku bahkan tidak bisa mengingatmu. Aku bahkan masih mengingat berapa banyak bukit tiruan dan jumlah kolan dikediamanku, namun aku tidak bisa mengingatmu. Satu-satunya orang dalam hikupku yang tidak mengabaikanku, dan begitu pun aku tidak bisa mengingatmu. Beritahu aku, apakah kau bohong padaku, apakah kau memang tinggal dipavilion-ku?”

Aku merasa sangat disalahkan sampai kepingin mati saja. Aku menangis, “Aku tidak bohong. Aku tinggal! Aku tinggal!” Tuan muda memelukku dalam satu gerakan dan berkata dengan suara pelan, “Kau tidak bohong padaku, aku tau kau tidak bohong. Sekarang, hukumanku telah tiba. Sebelumnya ketika aku memilikimu, aku tak melihatmu. Sekarang aku ingin melihatmu, kau ingin pergi. Monyet kecil, kau mau Tuanmu untuk tetap hidup?”

Aku terus meratap. Wangi Tuan muda sungguh enak – bersih dan hangat. Aku menangis berjam-jam dan jatuh tertidur dalam pelukan Tuan muda. Ketika aku terjaga, aku sadar Tuan muda juga tertidur. Tubuhnya bersandar dan lengannya memelukku.

Ketika aku begerak sedikit saja, genggaman Tuan muda semakin kuat dan matanya terbuka. Aku hanya monyet kecil yang tidak berpengalaman, ini kali pertama aku terbangun dalam pelukan pria. Aku terus mencoba dan mempertahankan harga diriku. Lengan Tuan muda seperti besi dan aku tidak bisa membebaskan diri. Aku meminta Tuan muda untuk melepaskanku.

Tuan muda menatapku, wajahnya tanpa ekspresi dan dia bertanya, “Jika aku lepas apakah kau akan pergi, apakah Tuan harus merangkak untuk mengejarmu?”

Aku berhenti bergerak. Lagipula, pelukan Tuan muda sangat lebar dan hangat.
Setelah berbaring sesaat, aku bicara dengan suara kecil, “Aku tidak mau menjadi selir pelayan.”
Tuan muda tertawa lembut diatas kepalaku, “kenapa?”

Aku bilang, “Seorang selir pelayan akan ditendang ....” Itu yang aku lihat kali terakhir.
Tuan muda nampaknya tidak mengerti makna kata-kata yang baru aku katakan, dia berpikir sejenak dan bertanya, “Apakah kau berkata aku akan memukulmu?”

Setelah dia bicara dia dengan cepat menambahkan, “Sebelumnya, aku tidak pernah memukul selir pelayan.”

Aku mengangguk, “ya, Tuan muda hanya memukulku.”

Lengan Tuan muda menjadi kaku, “apa?”

Aku mengangkat kepalaku dan memandangnya dan memberitahu bahwa dulunya ia sering melampiaskan amarahnya kepada si monyet, aku. Wajah Tuan muda sepenuhnya gelap dan dia menggeretakkan giginya dan berkata, “Tak mungkin! Tak mungkin aku memukulmu!”

Aku merasa Tuan muda tidak memercayaiku jadi aku dengan hati-hati menceritakan ulang setiap kisah. Bagaimana dia menndang, mendorong, bahkan menampar. Wajah Tuan muda makin bertambah gelap selagi dia mendengar, seluruh tubuhnya gemetar saat ia duduk dan pandangannya menyiratkan rasa takut. “Jadi.... jadi kau sebenarnya membenciku kan? Karena aku memukulmu dulu, kau membenciku kan ...” ini kali pertama aku melihat Tuan muda begitu ketakutan, dia membuang muka dan aku pikir dia akan mengambil tongkat, namun dia malah langsung jatuh ke depan.

Aku segera berseru, “Tuan muda” namun dia sudah jatuh ke lantai. Aku segera turun ke bawah tempat tidur dan melihat kakinya sakit karena terjatuh. Aku ingin keluar untuk mengambil obat namun tangan Tuan muda menarikku, “Jangan pergi, Monyet kecil, jangan pergi.”

Tuan muda membungkuk dilantai, tidak peduli bagaimana penampilannya selagi dia menggenggam tanganku sangat erat. “kau bisa membalas pukulanku, pukul aku, pukul aku.”

Aku akhirnya memahami apa yang dia lakukan. Aku membungkuk dan menopang nahu Tuan muda dan membawanya kembali ke tempat tidur. Aku membritahunya, “Tuan muda, masalah yang dulu sudah berlalu, kau harus melupakannya.”

Tuan muda menundukkan kepalanya, ekspresinya penuh kepedihan. Otak monyetku yang sedikit gila tiba-tiba mendapat inspirasi, aku merasa ini adalah kesempatan yang bagus dan dengan cepat menambahkan, “Aku tak mau jadi pelayan yang digunakan hanya untuk keperluan tempat tidur.”
Kepala Tuan muda masih menunduk dan dia menjawab dengan suara lemah, “Kalau begitu bagaimana dengan Nyonya yang digunakan untuk keperluan tempat tidur?”

Aku tertegun, apa itu Nyonya untuk keperluan tempat tidur? Dengan hati-hati aku bertanya, “Tuan muda, Nyonya untuk keperluan tempat tidur.... berapa banyak mereka?”

Tuan muda dengan terpaksa mengangkat kepalanya dan membelalak galak, “Berapa banyak Nyonya yang dimiliki Graha Yang sebelumnya?”

Aku memikirkannya dan menjawab, “Hanya satu Nyonya, hanya satu Nyonya.” Aku pikir aku sedang membuat diriku bingung sampai akhirnya sadar apa yang dimaksud oleh Tuan muda.
Tuan muda melihat pandangan ala monyetku menjadi terang dan tau bahwa akhirnya aku mengerti. Dia menghela nafas keras dan membuang mukanya. Aku menatapnya dan berkata, “Tuan muda, wajahmu sangat merah.”

Tuan muda berbalik dan memberikanku senyuman dingin. Aku segera tau bahwa masalah akan muncul setelah kebahagiaan.

Memang benar. Dalam waktu seketika, Tuan muda mendorongku jatuh dan aku terbaring ditempat tidur seperti monyet mati. Tuan muda naik ketubuhku dan dengan lembut bersandar ketubuhku. Aku dengan gugup bertanya kepadanya, “Tuan muda, kau... aroma apa yang tercium dari tubuhmu?” Mengapa baunya enak sekali?

Tuan muda menatapku dan berkata, “Aroma seorang lelaki.” Aku tidak berani bicara lagi.
Hari itu, aku secara langsung merasakan pengalaman yang dulu sering dikatakan oleh selir terdahulu tentang “sangat nikmat seperti naik ke surga.” Memang benar rasanya seperti naik ke surga. Namun ada yang perlu dikasihani bahwa aku bukanlah monyet yang lugu lagi. Aku melihat Tuan muda tidur dengan damai disebelahku, dia terus bertanya kepadaku, kapan saat pertama kali aku melihatnya namun aku berkata bahwa aku lupa.
Sebenarnya aku berbohong. Bagaimana aku lupa hari itu? Dia mengenakan jubah putih, duduk ditengah ruangan. Tangannya yang panjang sedang memegang secangkir teh dan dia memberitahuku, “Angkat kepalamu.” Aku mengangkat kepalaku dan melihatnya mengerutkan kening dan tertawa terbahak-bahak ketika dia berkata, “ Benar-benar seperti monyet.”

Pada saat itu, pelayan yang ada semuanya tertawa, namun aku tidak memerhatikan. Aku terus melihatnya, melihatnya dari bawah sampai ke atas, seperti melihat dewa. Sebelumnya, aku berpikir bahwa untuk seseorang seperti Tuan muda, meskipun setelah menghabiskan seluruh hidupku yang malang, aku bahkan tidak akan bisa menyentuh ujung jarinya. Namun, setelahnya, Tuan muda cedera dan aku bisa tinggal untuk merawatnya. Meskipun melelahkan, paling tidak dia sudah jatuh sedikit dari singgasana dewa dan aku bisa menyentuhnya sekarang.

Namun siapa yang tau kalau Tuan muda sekuat itu? Sejak dia bangkit dari neraka, aku berpikir dia akan kembali ke kehidupannya dulu. Siapa yang tau kalau dia memang kembali – namun sambil menggandeng tanganku.


----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Alhamdulillah, senang rasanya terjemahan cerita pendek pertama ini kelar juga. well, mungkin flownya belum terasa pas yah, mohon maaf klo masih kaku, tapi ke depannya aku usahakan supaya lebih alami. Still hoping to make more of you enjoy may humble work chaiiiyooooo.......

No comments:

Post a Comment

Death Exist Not at the River of Oblivion - Chapter 10

Chapter 10: Sulit sekali mencintaimu di kehidupan kali ini Aku tak melihat sosok Zhonghua lagi sejak hari itu. Kelihatannya dia benar-be...