Sunday 30 July 2017

Chapter 6 -- Tuan Muda -- PRODIGAL SON

Chapter 6 – Tuan Muda jatuh sakit

Malam itu berjalan sedikit canggung. Banyak orang tersenyum padaku, dan bahkan beberapa pelayan menambahkan makanan ke piringku. Aku ingin memberitahu mereka bahwa aku juga pelayan seperti mereka, tolong jangan berikan aku makanan. Tetapi, aku tak berani bicara. Pada kesempatan ini, aku bahkan tidak berani makan, apalagi bicara. Tuan muda duduk disebelahku dari awal sampai akhir selagi orang-orang menghiburnya. Meskipun Tuan muda tersenyum, senyumnya tulus, kenyataannya dia terlihat sangat dewasa. Semua orang berbicara dengan rendah hati kepadanya, namun dia tidak sombong sama sekali. Tentang apa yang mereka katakan, aku tidak paham sama sekali. Tak lama, setelah tiga kali sulang anggur, seseorang tiba-tiba datang dari meja yang lain. Dia berdiri di depan Tuan muda dan segera berlutut. Aku melihatnya dan menyadari, aiyah..., ini pemimpin kelompok yang dulu mengeroyok Tuan muda dan bahkan memukuliku.

Dia berlutut dilantai namun pinggangnya tidak menekuk. Dia kelihatan sedikit mabuk dan wajahnya merah. Dia menatap Tuan muda dan dengan nafas berat berkata, “Tuan muda Yang, aku tidak tau mengapa engkau mengudangku datang hari ini. Tapi, ada yang harus kukatakan padamu!” Kau bisa bicara, mengapa kau harus berteriak.

Tuan muda melihatnya dalam diam dan berkata, “bicaralah.”

Orang itu terlihat sangat tertekan dan lubang hidungnya kelihatannya melebar, “ Ketika Tuan muda Yang tertimpa kemalangan,bukan hanya  keluarga Wang tidak mengirimkan arang saat salju turun, aku, Wang Zhi, bahkan melempar batu kedalam sumur. Sekarang Tuan muda sudah berkecukupan, menguasai perdagangan setengah Jiangnan, sangat masuk akal untuk tidak membantu keluarga Wang! Tapi -- !!” Wang Zhi benar-benar sudah mabuk. Seisi perahu melihat Wang Zhi seolah ia menghunuskan pedang ke Tuan muda, “Tapi! Aku tidak punya penyesalan!”

Suaranya menahan tangis, “Aku tidak menyesal! Tahun itu, kau membuat masalah di pavilion Osmanthus dan memotong rambut istriku yang panjang. Selama setengah tahun, istriku tidak berani keluar rumah dan bahkan tidak tersenyum. Kau, apakah kau mengingat kejadian itu?!” Aku diam dan melihat ke Tuan muda. Tuan muda tidak menunjukkan perubahan ekspresi.

Wang Zhi akhirnya berteriak, ”Jadi aku tidak menyesal! Yang Yi Qi, keluarga Wang meskipun tanpa bantuanmu pasti masih bisa bertahan!”

Tuan muda akhirnya membuka mulutnya, “Lalu, mengapa kau berlutut di hadapanku.”
Semua orang diam, bahkan Wang Zhi. Jika kau memang tidak memerlukan bantuan, mengapa pula kau berlutut? Wang Zhi terbungkuk dan menangis. Semua orang menonton. Tuan muda mendorong jauh kursinya dan berdiri diatas lantai. Dia tidak memakai tongkatnya. Tangannya berpegangan dengan meja dan satunya memegang pundak Wang Zhi. “berdirilah.” Wang Zhi tidak bergerak. Tuan muda mendesak, “Tuan Wang Zhi, bangkitlah.”

Wang Zhi mengangkat kepalanya untuk menatap Tuan muda dan akhirnya bangkit. Setelah dia bangkit, Tuan muda jadi yang paling pendek diantara semua orang yang ada diperahu. Seseorang datang untuk membantunya duduk dikursi namun dia menggeleng kepalanya. Dia menuangkan segelas anggur untuk dirinya dan membalikkan tubuhnya. Dia bicara kepada semua orang dengan suara rendah, “Semuanya, mereka yang aku undang hari ini – beberapa sudah kenal aku dan beberapa belum. Sebagian dengan hutang budi, sebagian dengan menyimpan dendam. Segelas anggur ini, aku menerima semua hutang budi.” Setelah dia selesai, dia melemparkan gelas itu. Dia maju selangkah dan mengangkat kepalanya sambil berkata, “Kepala ini, aku bersujud untuk mereka yang memiliki dendam.” Kemudian, sebelum semua orang sadar, Tuan muda menunduk dan keningnya menyentuh lantai kayu perahu dengan suara “thud”. Dia hanya punya setengah kaki, sujud ini tidaklah mudah.
Semua orang tertegun, termasuk aku. Siapa yang berani menerima kepala (kowtow, yaitu gerakan menyentuhkan kening ke lantai tanda menyembah atau menghormati orang lain) Tuan muda? Tidak hanya diriku yang Cuma pelayan, semua orang disini memiliki keinginan untuk meminta sesuatu dari Tuan muda, mereka lebih tidak mungkin menerimanya kowtow Tuan muda. Namun tidak ada yang bisa menduga skenario ini, jadi tidak ada yang berani membuka mulut. Tuan muda bangkit, ekspresinya tidak berubah selagi dia menuang segelas anggur lagi. Dia mengumumkan, “Aku, Yang Yi Qi, hanya bergantung pada tiga hal dalam menjalankan bisnis – keberanian, kepintaran dan kepercayaan.”

Suara tuan muda dalam dan pandangannya terang, “Kesalahan yang aku lakukan pada masa lalu, Langit sudah menghukumku. Jika semua orang mau memberikanku kesempatan ini, untuk memercayaiku lagi, kita akan berbagi kemakmuran dan mengumpulkan uang bersama-sama. Yang YI Qi tidak akan memperlakukan kalian dengan buruk.” Tuan muda benar-benar Tuan muda. Dia tahu bagaimana bicara, hanya beberapa kalimat dan cukup banyak orang yang menangis.

“Dan kau,” Tuan muda menatap Wang Zhi, dengan ibu jari yang dilingkari cincin gading hijau, Tuan muda menunjukku dan berkata dengan suara rendah, “Apakah kau mengenalnya?”
Wang Zhi melihatku dan mengangguk. Tuan muda berkata, “Kowtow kepadanya tiga kali dan berdoalah agar ia selalu sehat dan selamat. Maka, kita akan melupakan tentang hari itu.”
Wang Zhi berjalan ke depanku dan berlutut. Dia melakukan kowtow tiga kali. Aku dengan risau melihat Tuan muda namun dia tidak bergeming.

Aku mencoba berkata, “Tak.... tak masalah.”

Wang Zhi bangkit dan Tuan muda mengangguk kepadanya.
Dalam perjalanan pulang, Tuan muda memanggilku kedalam kereta dan berkata, “Kau sudah menderita.” Aku terkejut. Aku bilang itu kali pertama seorang pria melakukan kowtow kepadaku. Tuan muda tertawa dan berkata, “Duduk lebih dekat.” Aku mendekat dan tidak berani melihat Tuan muda. Kepalaku tetap menunduk.

Tuan muda berkata. “Kepalamu selalu menunduk, apa yang kau lihat?”
Aku dengan cepat mengarang sesuatu, “Melihat cincin.”

Tuan muda melepas cincin dari jempolnya dan menempatkannya ditelapak tanganku, “Kau suka? Kau bisa memilikinya.”

Mana aku berani menerimanya? Aku menggeleng kepalaku, “Aku hanya... hanya melihat saja.” Tuan muda meraih tanganku dan menaruh cincin ditelapak tanganku. Hijau gelap, masih menyimpan hangat dari tubuh Tuan muda.

Aku menggenggamnya ditangan dan tidak berani bicara. Kali ini tuan muda kembali dan menetap. Tuan muda membeli rumah lain yang lebih besar, sama besar dengan Graha Yang sebelumnya. Nyonya besar Yang dan para nona juga dibawa pulang. Graha kembali ramai. Tuan muda yang dulunya tidak dibanggakan menjadi pemilik graha. Disamping Nyonya besar Yang, semua orang di graha menyebutnya Tuan. Karena sudah makin banyak orang, kepala pelayan menyewa lebih banyak pelayan. Aku melihat dengan satu lirikan bahwa mereka akan dikirm ke pavilion Tuan muda. Aku duduk di halaman hari itu untuk waktu yang sangat lama dan memandangi bulan.

Aku menghitung dalam hati berapa banyak uang yang aku miliki sekarang. Setelah menghitung beberapa jam, aku mendapati hasil yang sangat menyenangkan. Nampaknya setelah bebrapa tahu, aku bisa dibilang orang kaya. Tidak, monyet yang kaya.

Dalam beberapa hari setelahnya, aku menukar uangku dengan mata uang kertas. Aku menggadaikan perhiasan yang diberikan oleh Tuan muda sebelumnya dan menukarnya dengan perak. Hanya cincin hijau, karena cincin itu sangat indah, aku tak sanggup menggadaikannya jadi aku simpan saja dalam tas. Kontrak kerjaku masih ditangan Nyonya besar Yang jadi aku pergi menemuinya dan menyampaikan alasanku. Aku memberikannya uang agar ia membebaskanku. Nyonya besar Yang menatapku dan berkata dengan suara jernih, “Tidak ada lagi kontrak. Setelah kejadian itu, semuanya sudah dimusnahkan.”

Aku tertegun, lalu berkata, “Pelayan akan pergi sekarang. Nyonya besar Yang jagalah dirimu.” Nyonya besar Yang tidak mengatakan apa-apa. Dia duduk dipavilion, menundukkan kepalanya dan menyeka matanya. Bagaimana aku bisa pergi? Aku mendekat untuk menghiburnya, “Nyonya, tolong jangan menangis.”

Nyonya tersedu, “Qi er-ku yang malang...” Tuan muda? Aku berkata, “Apa yang terjadi dengan Tuan muda?’

Nyonya menggelengkan kepalanya dan berkata tanpa tujuan kepada dirinya sendiri, “Qi er-ku yang malang... Qi er-ku yang malang...” Aku tidak tau apa yang dia tangisi dan berkata “Nyonya, jangan menangis. Tuan muda kita sekarang sangat hebat. “ Nyonya mengabaikanku dan terus menangis. Melihat bbahwa aku tidak bisa menghiburnya, aku menghela nafas dan berbalik untuk pergi.
Ketika aku berbalik, aku melihat Tuan muda bersandar dengan tongkatnya, berdiri tidak jauh. Dia terus memandangi tasku. Kepala pelayan dengan cemas berdiri disampingnya. Aku berjalan mendekat dan memberikan hormat. Aku berkata, “Tuan muda, aku pergi.”

Tuan muda tersenyum kepadaku dan berkata, “Ok.”

Aku tertegun, dan sedikit sedih. Lagipula, aku sudah menderita bersamamu selama bertahun-tahun, meskipun aku Cuma seorang pelayan biasa, namun kau tidak mesti bicara seperti itu bukan? Tentu saja, aku tak berani memperlihatkan ketidak-sukaanku. Aku mebgatakan kepada Tuan muda, “Tuan muda, jaga dirimu.”

Setelah aku selesai bicara, aku berjalan menjauh dari sisinya. Setelah berjalan sangat jauh, aku mencuri pandangan dan melihat Tuan muda masih berdiri disana. Kepala pelayan sudah berlutut disampingnya. Aku tidak tau apa yang dia katakan. Aku merasa bahu Tuan muda sedikit membungkuk. Kemudian, aku memalingkan pandanganku. Bagaimana mungkin? Aku menyewa gerobak sapi dan bersia-siap pulang ke kampung halamanku.

Tapi, aku baru saja pergi tiga hari ketika aku dihentikan oleh kepala pelayan. Ketika dia melihatku, seolah dia baru bertemu dengan ibunya dan berlutut. Semua orang dipenginapan datang untuk melihat.

Dia berkata, “Nona, tolong kembali! Aku memohon agar kau mau kembali!”
Aku bertanya, “Apa yang kau lakukan?”

Kepala pelayan mengoceh beberapa jam dan akhirnya aku mengerti. Tuan muda jatuh sakit. Aku turun dari gerobak sapi dan kembali dengan kereta kuda. Dalam perjalanan pulang, aku bertanya kepada kepala pelayan, “Aku baru pergi tiga hari, bagaimana dia bisa jatuh sakit?”

Wajah kepala pelayan penuh derita, “Ah, aku membuat masalah, membuat masalah.” Dia tidak menjawab pertanyaanku dengan benar. Aku menambahkan, “Sakit apa?”

Kepala pelayan menghela nafas panjang dan berbicara penuh arti, “Nona, Tuan muda hatinya sedang sakit.”

Aku berhenti bertanya. Ketika kami kembali ke rumah, semua orang menatapku. Aku menahan leherku dan masuk ke pavilion Tuan muda. Kepala pelayan mengantarkanku dan segera menghilang.
Pavilion sangat besar namun tak ada seorang pun disini. Aku memarahi kepala pelayan dalam hati, kau menyewa begitu banyak pelayan namun tak seorang pun melayani disini. Aku mengetuk pintu Tuan muda dan bertanya, “Tuan muda, apakah kau didalam?”

Tidak ada jawaban. Aku khawatir terjadi sesuatu jadi dengan segera aku mendorong pintu. Didalam, Tuan muda memakai jubah tidurnya dan berbaring ditempat tidur dengan nata tertutup. Kali pertama aku melihatnya dan hatiku pedih. Bukan dibuat-buat, dia memang sakit. Aku berjalan mendekat dan berbicara pelan, “Tuan muda, bagaimana perasaanmu. Pelayanmu akan memanggil dokter untukmu.”
Tuan muda perlahan membuka matanya dan menatapku. Dia bicara dengan suara serak, “kau masih peduli aku mati atau hidup?”

Aku membuka mulutku namun tidak bicara. Aku tak tau mau bilang apa. Tuan muda menggapaikan tangannya dan aku tanpa sadar aku menggenggamnya.

Tangan tuan muda sangat besar, penuh dengan kapalan. Aku tidak tau bagaimana tangan Tuan besar Yang, apakah sama dengan Tuan muda? Menahankan angin dan salju? Tangannya yang lain menutupi mataku dan dia bicara dengan serak, “Monyet kecil, bisakah kau tidak pergi? Setelah kau pergi, Tuan tidak bisa bertahan....”

Sepanjang hidupnya, kata-kata dari Tuan muda yang paling tidak bisa tertahankan, adalah kata-kata ini. Dibandingkan dengan tendangan yang pernah dia berikan, kata-kata ini yang paling menyakitkan.

-----------------------------------------------------------------------------

so sorry, seminggu lebih sepertinya ga update, my life is catching up, banyak kerjaan yang bikin ga bisa stand by depan laptop. Plus, banyak novel baru yang rasa-rasanya pengen dibabat habis ^^
 



No comments:

Post a Comment

Death Exist Not at the River of Oblivion - Chapter 10

Chapter 10: Sulit sekali mencintaimu di kehidupan kali ini Aku tak melihat sosok Zhonghua lagi sejak hari itu. Kelihatannya dia benar-be...